MANGUNI
Dalam Sejarah Minahasa
dan
sebagai lambang GMIM
Burung MANGUNI adalah kelompok burung yang merupakan anggota
ordo Strigiformes. Burung ini termasuk golongan burung buas (karnivora, pemakan
daging) dan merupakan hewan malam (nokturnal). Seluruhnya, terdapat sekitar 222
spesies yang telah diketahui, yang menyebar di seluruh dunia kecuali Antartika,
sebagian besar Greenland, dan beberapa pulau-pulau terpencil.
Di dunia barat, hewan ini dianggap simbol kebijaksanaan,
tetapi di beberapa tempat di Indonesia dianggap pembawa pratanda maut, maka
namanya disebut juga Burung Hantu. Walau begitu tidak di semua tempat di
Nusantara burung ini disebut sebagai burung hantu. Di Jawa misalnya, nama
burung ini adalah darès atau manuk darès yang tidak ada konotasinya dengan maut
atau hantu. Di Sulawesi Utara, dikenal dengan nama Manguni.
Burung MANGUNI dikenal karena matanya besar dan menghadap ke
depan, tak seperti umumnya jenis burung lain yang matanya menghadap ke samping.
Bersama paruh yang bengkok tajam seperti paruh elang dan susunan bulu di kepala
yang membentuk lingkaran wajah, tampilan "wajah" burung MANGUNI ini
demikian mengesankan dan kadang-kadang menyeramkan. Apalagi leher burung ini
demikian lentur sehingga wajahnya dapat berputar 180 derajat ke belakang.
Umumnya burung MANGUNI berbulu burik, kecoklatan atau
abu-abu dengan bercak-bercak hitam dan putih. Dipadukan dengan perilakunya yang
kerap mematung dan tidak banyak bergerak, menjadikan burung ini tidak mudah
kelihatan; begitu pun ketika tidur di siang hari di bawah lindungan daun-daun.
Ekor burung MANGUNI umumnya pendek, namun sayapnya besar dan
lebar. Rentang sayapnya mencapai sekitar tiga kali panjang tubuhnya.
PENGLIHATAN
Burung MANGUNI memiliki mata yang sangat besar untuk ukuran
mereka, 2,2 kali lebih besar dari rata-rata untuk burung dari berat yang sama, dan
terletak di bagian depan kepala. Mata mereka memiliki bidang yang overlap
50%-70%, memberikan penglihatan binokular yang lebih baik dibanding
burung-burung pemangsa siang (overlap 30-50%).Retina burung hantu cokelat
memiliki sekitar 56.000 sel batang yang peka cahaya per milimeter persegi,
walaupun pernah dikatakan bahwa mereka dapat melihat spektrum inframerah, namun
klaim tersebut sudah dicabut.
Setiap retina burung MANGUNI hanya memiliki sebuah fovea (Schematic diagram of retina of right eye, loosely based on Sturkie
(1998)
Adaptasi untuk penglihatan malam termasuk ukuran mata yang
besar, bentuknya yang menyerupai tabung, sejumlah besar sel retina batang, dan
tidak memiliki sel retina kerucut , karena penglihatan warna tidak diperlukan
di malam hari. Ada beberapa tetesan minyak berwarna, yang akan mengurangi
intensitas cahaya, namun di dalam retina terdapat lapisan reflektif, tapetum
lucidum. Ini berguna untuk meningkatkan jumlah cahaya yang diterima setiap sel
fotoreseptor, yang memungkinkan burung untuk melihat lebih baik dalam kondisi
cahaya rendah. Burung MANGUNI umumnya hanya memiliki satu fovea, dan kurang
berkembang kecuali dalam pemburu siang seperti Burung-hantu telinga-pendek.
Selain burung hantu, elang kelelawar, Paruh-kodok, Burung Cabak
juga memiliki penglihatan baik di malam hari. Beberapa spesies burung yang
tinggal di gua yang dalam dan gelap, menemukan jalan menuju sarangnya dengan
sistim ekolokasi. Burung Minyak adalah satu satunya burung malam yang memiliki
ekolokasi, namun beberapa Burung walet Aerodramus juga menggunakan cara ini
dengan satu spesies walet Atiu, juga menggunakan ekolokasi diluar gua.
PENERBANGAN
Burung MANGUNI paling berbagi kemampuan bawaan untuk terbang
hampir diam-diam dan juga lebih lambat dibandingkan burung pemangsa lain. Burung-hantu mampu
terbang tanpa membuat kebisingan memberi mereka keuntungan yang kuat atas
mangsa yang sedang mendengarkan untuk tanda kebisingan di malam gelap.
MANGUNI DALAM BUDAYA MINAHASA.
01. Bagi rakyat Minahasa burung Manguni atau juga dikenal
sebagai burung hantu, tidak sekadar burung kebanyakan
02. Burung Manguni diyakini sebagai burung istimewa yg jg
mempunyai tugas khusus dlm menjaga keselataman umat manusia
03. Tak heran Kab. Minahasa jg daerah2 pemekaran dari Kab.
Minahasa msh ttp menggunakan burung Manguni dlm logo daerahnya #Sejarah
#Minahasa
Logo Kab. Minahasa, base dari berbagai logo daerah
pemekarannya. http://t.co/LqOBTAxhop
04. C. Ngangi menyebutkan, burung Manguni adlh salah 1
ciptaan oleh Roh atw Opo paling atas yg menguasai langit dan bumi. #Sejarah
#Minahasa
05. Oleh ‘Opo Empung Wananatas’ ditugaskan Manguni (mauni :
mengamati) utk menjaga keselamatan anak-cucu Toar-Lumimuut #Sejarah #Minahasa
06. berjaga-jaga pada malam hari, tdk boleh tidur dan diberi
kemampuan bunyi siul berbeda untuk signal aman atw bahaya. #Sejarah #Minahasa
07. Burung Manguni, bentuknya sebesar Kakatua, berbulu hitam
keabu-abuan, matanya bulat membelalak menghadap ke depan #Sejarah #Minahasa
08. Yg kecil ‘Tootosik’ dinamakan sesuai siulannya. Pd saat
“bertugas” mrk bertengger membelakangi arah dtgnya berita, #Sejarah #Minahasa
09. apa bila pertanda baik siulannya syahdu dan apabila ada
bahaya suaranya tergesa-gesa lemah seakan berbisik. #Sejarah #Minahasa
10. Pertanda akan ada kemenangan mutlak bila ‘hoot’nya
nyaring mengalun dan dilakukan berturut 3x9 (‘telu makasiou’). #Sejarah
#Minahasa
11. Atas dasar pemikiran ini maka Jan Timbuleng (Walian)
menamakan pasukan Permestanya ‘Brigade 999’ atau Triple Nine. #Sejarah
#Minahasa
12. Masih ada jenis burung malam “Ki’ek” yang sambil terbang
menyambar rendah dgn suara melengking (1x)..... #Sejarah #Minahasa
.... selalu bawa berita ‘awas bahaya sdh dkt’. #Sejarah
#Minahasa
13. Ada lagi jenis burung Kookokuk yg blm pernah dilihat krn
tempatnya jauh dlm hutan.... #Sejarah #Minahasa
.... apabila siulan “kookokuk” nya mendekat menandakan
bahaya semakin dekat #Sejarah #Minahasa
14. dan bila suara jauh melemah artinya lawan telah menjauh.
#Sejarah #Minahasa
15. Pada siang hari, ada burung “Menge’ngekek”, sebesar
terkukur, bulu coklat, sayap kuning, ekor hitam panjang #Sejarah #Minahasa
16. apabila tetap bertengger dibelukar dengan suara tawa
mengejek tanda ‘awas waspada’ #Sejarah #Minahasa
Burung Manguni :
Dicintai masyarakat sebab:
- meramal masa depan;
- meramal masa depan;
-
melambangkan perasaan yang dalam
(#sejarahminahasa).
Tokoh senior GMIM Pdt. Prof.Dr.
W.A. Roeroe dalam bukunya I Yayat U Santi (LETAK & UKIT Press:2003)
menjelaskan Burung Manguni dengan sangat baik.
Berdasarkan keterangan biologis
yang disajikan oleh Dr. Willy Smith, seorang pakar Lingkungan Hidup, Guru Besar
tamu di banyak universitas di berbagai pelosok manca negara dan seorang
Konsultan Departemen Kehutanan RI, Pdt. Roeroe berusaha melengkapi kajiannya
terhadap Burung Manguni dari sudut pandang warisan kebudayaan Minahasa dan dari
segi iman atau teologi Kristen.
Beberapa keterangan biologis
tentang Burung Manguni
Tentang Namanya.
Dalam ilmu pengetahuan ia dikenal
dengan nama Otus Manadoensis (Strigidae). Orang Minahasa menyebutnya dengan
beberapa nama, antara lain Burung Manguni, Totosik, Mahot.
Tentang Jenis dan Umurnya
Sebenarnya burung Manguni yang
kita kenal di Minahasa ini hanyalah salah satu jenis dari keluarga besarnya,
yang juga ada di belahan dunia lain termasuk di Eropa. Menurut ilmu pengetahuan,
jenis burung ini sudah hadir dan hidup kira-kira lebih daripada lima puluh juta
tahun di muka bumi. Oleh sebab itu dapat dikatakan dia memiliki hubungan yang
sangat erat dengan alam, termasuk gejala-gejalanya.
Tentang Badan dan bulu-bulu serta
cara terbangnya
Warna Burung Manguni cokelat gelap
dan bertaburan noda serta bintik-bintik putih besar-kecil di seluruh tubuhnya.
Ada yang badannya agak besar sehingga memiliki panjang sampai kira-kira 40 cm,
yang kecil kira-kira 15-20 cm saja. Secara umum kepalanya nampak agak besar dan
kalau duduk sampai berjam-jam lamanya tanpa kelihatan bergerak sedikitpun dan
selalu kelihatan tegak. Sewaktu-waktu ia mengarahkan kepalanya untuk melihat
dan memasang telinga ke suatu arah dan untuk itu kepalanya dapat berputar
sampai sekitar 270 derajat. Sehingga kalau orang kebetulan melihat gejala itu
dapat tercengang dan bingung bahkan sampai takut karena penampakan tersebut.
Apalagi pada waktu burung ini mendadak terbang, maka sayapnya seketika
terbentang lebar sekali dan menampakkan warna putih terang agak besar di bawah
sayapnya, ditambah lagi bunyi (suara) yang agak aneh yang dikeluarkannya.
Benar-benar akan membuat orang sangat takut.
Sangat mengagumkan ketika dia
terbang, karena tidak kedengaran. Itu disebabkan oleh bulu yang tumbuh sangat
teratur di tubuhnya, sehingga penglapisannya satu dengan yang lain tertutup
rapih dan tidak meluaskan angin menyisp di antaranya untuk membangkitkan suara
mendesir karena arus angin yang menyelinap sangat lemah. Hal ini juga ditunjang
oleh rambut-rambut halus di atas dan di bawah bulu-bulunya itu yang sanggup
meredam sisa-sisa hembusan angin. Dengan begitu, Burung Manguni terampil dan
sanggup muncul cepat, mendadak dan tidak kedengaran di mana saja dan entah
darimana datangnya, yang sangat mencengangkan orang.
Tentang Mata dan Penglihatannya
serta telinga dan pendengarannya
Burung Manguni memiliki otot-otot
mata yang sangat berbeda dengan manusia. Otot-otot matanya dapat dengan sangat
cepat memperbesar atau memperkecil iris atau jendela mata pengatur jumlah
cahaya yang masuk ke mata untuk menggambarkan penglihatan. Oleh karena itu
tidak membutuhkan waktu lama untuk menyesuaikan penglihatannya dalam keadaan
remang-remang, terang dan gelap. Mata Burung Manguni 100 kali lebih baik dari
mata kucing. Itu berarti matanya 500 kali lebih tajam dari pada mata manusia.
Sepasang mata terbelalak besar
agak kekuning-kuningan yang menghadap ke depan seakan-akan dia berhadapan
dengan manusia untuk menantang bahkan menakutkannya.
Pendengarannya juga 500 kali lebih
terang dari manusia. Itu karena “daun telinganya” yang agak besar dan lobang
telinganya yang mengantar gelombang atau getaran suara ke dalam rongga
pendengaran tercipta amat canggih. Di bagian luar kedua telinganya terlindung
dengan bulu-bulu halus yang membuatnya peka sekali untuk menangkap gelombang
atau getaran bunyi frekuensi yang tinggi sekalipun dan yang tidak tertangkap
oleh telinga manusia. Letak kedua lubang telinganya yang berjauhan dan tidak
simetris membuat bunyi tiba lebih cepat ke telinga yang satu daripada yang lain
dan segera dia dapat mengira atau lebih tepat mengukur jauhnya jarak ke sumber
suara sekecil apapun dengan sangat cepat, cermat dan akurat.
Keterangan mengenai mata dan
telinga Burung Manguni di atas diperoleh lewat percobaan ilmiah dalam suatu
ruang gelap total. Di dalamnya dipasang sejenis pengeras suara mini yang
diletakkan 20 meter dari si Burung Manguni. Lewat pengeras suara itu dibunyikan
suatu suara kuku tikus kecil yang bergerak di tanah. Pertama, saat suara itu dibunyikan
dengan durasi kurang dari satu detik, terekam kepala Burung Manguni tersebut
diarahkan ke sumber bunyi dengan tepat. Dengan bunyi yang sama untuk kedua
kalinya dengan durasi secepat kilat tetap dalam keadaan yang gelap total,
Burung Manguni itu langsung terbang menyambar pengeras suara di kejauhan 20
meter dari posisinya sebelumnya secara sempurna. Luar biasa!
Tentang Makanan Utamanya
Lebih dari 90 % makanan utama
jenis-jenis Burung Manguni ini ialah tikus kecil, yang biasanya di Nusantara
kita ini menjadi hama tanaman-tanaman palawija dan padi di ladang atau sawah.
Di Jawa dan Sumatera burung seperti ini dipelihara untuk membasmi dan
memberantas secara efisien hama tikus di sawah dan perkebunan kelapa sawit.
Caranya dengan menyediakan tempat burung-burung ini bersarang dan berkembang
biak. Ternyata cara ini lebih ampuh dari pada menggunakan alat perangkap atau
racun tikus yang dapat membahayakan manusia dan binatang ternak lain.
Tentang Tempat Perteduhannya
Di tanah Minahasa saat ini Burung
Manguni semakin langka karena kecorobohan dan kerakusan manusia yang
mengeksploitasi hutan. Dia memerlukan hutan dan pohon-pohon tua yang berlubang
untuk sarang dan tempat perteduhannya supaya dapat berkembang biak dengan baik.
“Burung Hantu?”
Pada masa lalu ada sejenis Burung
Manguni yang hidup di Yunani dan dianggap lambang Dewa Pallas Athena, dalam
bahasa Latin ia dikenal dengan Athena Noctua. Orang Yunani memahami burung ini
sebagai lambang kebijaksanaan dan yang berhikmat.
Di Eropa ada lagi jenis burung
Manguni yang nama ilmiahnya Tyto Alba. Di sana, kebiasaan burung ini tinggal di
dekat kuburan yang biasanya berada di samping gereja. Kuburan demikian disebut
kerkhof (taman gereja) dalam bahasa Belanda. Di sekitar kuburan-kuburan seperti
itu banyak bertumbuh pohon-pohon tua yang berlubang batangnya yang sangat cocok
bagi jenis burung ini berlindung, tinggal dan berkembang biak. Di sepanjang
siang hari di situlah ia bernaung, kadang-kadang juga di bawah atap
gedung-gedung gereja. Pada malam hari burung-burung ini suka duduk diam seperti
patung di atas kuburan itu untuk mengintai lalu menangkap mangsanya tikus.
Kalau ada pengunjung lewat di sekitar gereja di malam hari, burung-burung yang
mula-mula diam merasa terganggu dan tiba-tiba terbang serempak dan mengejutkan
orang yang lewat itu. Di tambah lagi kalau burung ini melintas terlalu dekat
pada orang itu dan mengeluarkan suara nyaringnya dan dengan pandangan matanya
yang terbelalak, maka ketakutan besar akan dirasakan oleh orang itu. Waktu itu
orang-orang di sana kemudian langsung membayangkannya seperti hantu. Itulah
sebabnya mereka menyebutnya “burung hantu”. Waktu orang Eropa tiba di tanah
Minahasa dan melihat Burung Manguni sejenisnya, langsung menyebutnya “Burung
Hantu”. Yang sangat disayangkan beberapa pendahulu kita secara bodoh dan tanpa
berpikir panjang langsung juga menyebutnya demikian. Penamaan itu terbawa-bawa
bagi banyak orang di Minahasa sampai saat ini, termasuk untuk masalah
penggantian posisi Burung Manguni di logo Kabupaten MITRA.
Manguni
berdasarkan namanya, dijuluki juga sebagai burung hantu. Itu hanya julukan saja
oleh karena perasaan seram… (Benny J Mamoto. MANGUNI,demitologi dan remitologi.hal
81)
Burung Manguni dalam Kebudayaan
Minahasa
Dari keterangan di atas Burung
Manguni telah hidup lama ‘bergaul’ dengan alam, oleh sebab itu lebih berhikmat,
lebih berpengalaman dalam interaksinya dengan alam ciptaan Tuhan. Ia lebih peka
bergaul dengan alam sekitar dan oleh sebab itu lebih terampil mengenal dan
memahami alam, dia lebih peka terhadap terganggunya perubahan iklim,
gejala-gejala alam lebih khusus bencana-bencana, seperti yang banyak terjadi
saat ini.
Patut disyukuri walaupun sebagian
besar leluhur kita belum mengecap pendidikan seperti kita saat ini dan tidak
mengetahui keterangan ilmiah Burung Manguni, mereka tidak memandangnya sebagai
Burung Hantu. Mereka hidup bergaul erat dengan alam bersama segala yang hidup
di dalamnya termasuk dengan Burung Manguni. Mereka belajar bergaul dan berupaya
memahami bentuk-bentuk ungkapannya demi kalangsungan dan ketenteraman, ya, demi
kerukunan hidup semua dan bersama. Oleh sebab bagi para leluhur kita ini,
Burung Manguni adalah rekan hidup sehari-hari di alam ini, ia teman yang akrab,
bahkan ia dianggap sebagai pengantara antara manusia dengan Dia Yang Tinggi dan
Mahakaya serta Yang Berkemurahan: Opo’ wana’ an Atas, Opo’ Wailan Wangko, Opo’
Renga-rengan. Dengan demikian, bagi para leluhur kita Burung Manguni bukan
“burung hantu”!, sekali lagi bukan “burung hantu”!. Ia disayangi dan diberikan
tempat khusus dalam hati leluhur kita, sekali lagi sebagai teman. Ialah pemberi
isyarat atau kabar kepada mereka lewat bunyi atau nyanyiannya. Di malam yang
tenang nan indah, apalagi bila bulan bersinar, dan lebih-lebih lagi pada waktu
bulan purnama, saat kedengaran Burung Manguni bernyanyi merdu dan syahdu: “hoot
……, hoooooot ……, hoooooot” berulang-ulang nun tinggi di atas pohon kayu, maka
bagi para leluhur kita dengan segala sukacita menyambutnya dengan berseru: “Hai
semua orang, termasuk anak-anakku. Besok pagi bangun dan kerjakanlah segala
yang telah direncanakan dengan baik. Keberhasilan sudah menunggu kita, kerjalah
dengan gembira, rajin dan penuh sukacita. Kepada kita telah diberi isyarat oleh
teman kita”. Bunyi dan nyanyi indah itu merupakan pertanda alam sekitar aman,
indah, lestari dan mendatangkan selamat. Oleh sebab itu berjuang dengan tabah,
tekun, rajin, pasti berhasil!
Tetapi apabila pada suatu waktu
ataupun suatu malam, apalagi menjelang larut, lalu didekat rumah atau pondok
tempat bermukim tiba-tiba kedengaran bunyinya: “hot., hot., hot!” dengan
tergesa-gesa dan kedengaran panik, maka kata para leluhur kita: “Hai semua
orang, termasuk anak-anakku, berjaga-jagalah, periksalah semua pintu dan
jendela, anjing penjaga rumah dekatkan. Jangan-jangan akan terjadi hal yang
kurang baik, entah orang berniat jahat, atau binatang buas sedang mendekati
kita atau kemungkinan gangguan dalam keseimbangan ketertiban alam seperti
banjir, kemarau berkepanjangan dan bencana alam lainnya.
Begitulah para leluhur kita
sanggup memahami dan mengerti bahasa sesama atau rekan hidupnya dalam alam ini.
Secara ilmiah perilaku Burung
Manguni ini dapat dijelaskan, dimengerti dan dipahami. Pergaulannya dengan alam
sekitar yang sangat lama dilengkapi dengan penglihatan dan pendengaran yang
diciptakan Tuhan super canggih, maka gejala-gejala alami yang akan terjadi
merangsang dia untuk berprilaku entah tenang dan indah atau sebaliknya panik
dan terganggu sesuai dengan yang diamati dan dirasakannya.
Dalam hubungannya dengan iman
Kristen
Kejadian Pasal 1 dan 2 menjelaskan
bahwa bumi dan segala isinya adalah ciptaan Tuhan. Khusus Kejadian 1:20-23 di
ceritakan bagaimana Tuhan menciptakan binatang-binatang laut dan segala jenis
burung. Saya yakin kita semua memiliki persepsi yang sama bahwa Burung Manguni (juga
burung merpati) termasuk dalam jenis burung yang diciptakan Allah sebagaimana
yang diceritakan di bagian Alkitab tersebut. Dengan kata lain Alkitab tidak
pernah mengatakan bahwa Burung Manguni itu adalah “burung hantu”. Hanya orang
Eropa yang memiliki persepsi salah tentang burung itu yang mengatakan demikian.
Saya kira kita semua setuju untuk tidak membudayakan kesalahan yang terjadi
selama ini.
Tahukah kita bahwa lambang GMIM berasal dari Minahasaraad (Dewan Minahaa) 1930.
BURUNG MANGUNI DAN LAMBANG GMIM.
- Burung Manguni melambangkan "Gereja
di tanah Minahasa".
- Warna coklat tua pada gambar burung
Manguni melambangkan dewasa dan mandiri, yang mencirikan kehidupan
berjemaat dalam GMIM.
- Mawar yang ditempatkan di jantung burung
Manguni melambangkan Reformasi. Simbol ini melambangkan Yesus Kristus
sebagai Pokok Pembaharu Gereja, dan telah digunakan dalam Gereja reformasi
sejak abad ke-16.
- Bulatan berwarna biru di dada melambangkan
bahwa sebagai Gereja, GMIM diutus ke dalam dunia, sedangkan warna hitam
pada salib di tengah hati (jantung) berwarna merah melambangkan
pengorbanan Kristus yang menjiwai persekutuan, kesaksian dan pelayanan
GMIM.
- Warna biru laut melambangkan bahwa GMIM
akan tetap menghadapi pergumulan kecil dan besar, sedangkan warna putih
melambangkan kekudusan dan kebenaran Injil Yesus Kristus.
- Bulan September dalam mana GMIM berdiri
sendiri dilambangkan pada Sembilan helai sayap luar. Tanggal peresmian 30
tergambar pada lima kelopak daun dan ujung meruncing yang melingkari
jantung. Sedangkan tahun 1934 adalah jumlah keseluruhan helai sayap.
- Pada bagian ekor terdapat masing-masing
sepuluh ranting yang menggambarkan keadaan sepuluh wilayah pelayanan GMIM
di saat berdiri sendiri, yang terdiri dari sepuluh klasis, dan tetap akan
berkembang. Klasis-klasis itu adalah Manado, Maumbi, Tomohon, Tondano,
Langowan, Sonder, Ratahan, Amurang, Motoling, Airmadidi dan Manado Kota.
- Keenam ujung tombak yang mengarah ke bawah
melambangkan keenam distrik di Minahasa pada waktu GMIM berdiri sendiri,
yakni distrik-distrik: Tonsea, Manado, Toulour, Kawangkoan, Amurang,
Ratahan dalam mana pelayanan GMIM dijalankan.
- Tulisan Gereja Masehi Injili di Minahasa,
menyatakan bahwa GMIM hanya berada di tanah Minahasa, walaupun
pelayanannya menjangkau seluruh dunia, dan warna hitam pada tulisan itu
menyatakan solidaritas sampai akhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar