(Sebuah Sketsa dilematis)
Secara kasat mata pengertian
Pluralisme lebih menunjukan pada “beragam-paham” dalam berbagai dimensi hidup,
namun istilah ini lebih kuat menunjuk pada “ajaran” atau sebuah keyakinan
manusia dimana ada interaksi social yang mau tidak mau menerima segala
perbedaan itu. Dalam ilmu social lebih menujuk pada hubungan hubungan yang
saling menerima dan menghormati perbedaan yang ada. Pluralisme adalah paham
bersama dari berbagai perbedaan untuk dapat menerima satu dengan yang lain
sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan sebagai mahkluk social. Dalam sebuah
masyarakat otoriter atau oligarkis, ada konsentrasi kekuasaan politik dan
keputusan dibuat oleh hanya sedikit anggota. Sebaliknya, dalam masyarakat
pluralistis, kekuasaan dan penentuan keputusan (dan kemilikan kekuasaan) lebih
tersebar. nah disini barangkali kita bisa melihat posisi pluralistis merupakan
partisipasi positip dalam pengembangan ekonomi,politik dan pembangunan
masyarakat yang maju. Bisa diargumentasikan bahwa sifat pluralisme proses
ilmiah adalah faktor utama dalam pertumbuhan pesat ilmu pengetahuan. Pada
gilirannya, pertumbuhan pengetahuan dapat dikatakan menyebabkan kesejahteraan
manusiawi bertambah, karena, misalnya, lebih besar kinerja dan pertumbuhan
ekonomi. Tetapi disatu sisi, Dunia komunikasi dan tekhnologi sains mulai
merambat sejak terluncurnya era mellenium ke-3 dengan perubahan tersebut
kehidupan manusia mengalami kemajuan dalam sandi-sandi kehidupannya kita sering
menilai secara langsung yang sangat nampak pada era sekarang ini dari segala
sektor kebutuhan umat manusia sudah berjalan dengan proses yang serba instans
segala aktivitas mudah terampung dengan hadirnya dunia tekhnologi yang semakin
terkemuka contohnya komunikasi dan media informasi yang mudah sekali kita temui
di tengah pusaran kehidupan masyarakat tak kalah menarik juga transportasi
sebagai kebutuhan yang dominan untuk menunjang kemakmuran para masyarakat.
Dengan hadirnya perangkat
tekhnologi semua instansi dan element masyarakat menjadi praktis sehingga
realitas yang paling dominan dari posisi positifnya behwa perkembangan ilmu
pengetahuan(science) dan juga tekhnologi melalui sarananya bisa menyebabkan
dunia dan aneka ragam isinya terasa transparan dan dari sisi negatifnya telah menybabkan
kegelisahan dan juga keterpurukan yang luar biasa atas imbas kemajuan dari ilmu
pengetahuan(science) dan tekhnologi tersebut. Berbagai aspek bisa di akses dan
menghantam dinding dinding moral yang di bangun dalam batasan batasan agama.
Pluralisme diantara “isme”
Fenomena plural dalam sistim
social mengikat manusia menjadi saling berketergantungan dan sebenarnya memberi
sumbangsih yang positip bagi perkembangan hidup. Di Negara-negara barat
sosialisme diartikan sebagai pendistribusian kekayaan secara lebih merata. Di
Negara-negara berkembang sosialisme ditafsirkan sebagai pembangunan ekonomi dan
industry dengan maksud menaikkan tingkat hidup dan pendidikan masyarakat.
Robert Owen (1771-1858) memprakarsai gerakan koperasi yang menyokong organisasi
serikat dagang yang tersebar di seluruh Inggris dan Skotlandia. Owen yakin
bahwa koperasi produsen dapat menciptakan tata masyarakat yang baru.
Perkembangan sosialisme di berbagai Negara disesuaikan dengan tradisi Negara
yang bersangkutan. Dengan demikian terjadi pula perbedaan penafsiran tentang
sosialisme dan pluralitas dijadikan tandem kekuasaan rezim dan politik.
Kemudian pluralitas berhadapan dengan nasionalisme,Paham ini berasal dari Eropa
barat lalu menyebar keseluruh Eropa pada abad ke19 dan pada abad ke20 tersebar
ke seluruh dunia. Hans Kohn menyatakan bahwa nasionalisme adalah suatu paham
yang menempatkan kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada Negara
dan bangsa. Paham ini merupakan suatu kekuatan yang menentukan dalam sejarah
modern. Lothrop Stoddard mengatakan bahwa nasionalisme adalah suatu kepercayaan
yang hidup dalam hati rakyat yang berkumpul menjadi satu bangsa. Setelah perang
dunia kesatu, nasionalisme merupakan persoalan upaya menentukan nasib sendiri
dari suatu bangsa sebagai akibat dari meningkatnya paham fasisme dan
sosialisme. Sesudah perang dunia kedua, nasionalisme ditandai dengan munculnya
revolusi kemerdekaan dalam bentuk perlawanan terhadap imperialism dan
kolonialisme di Amerika Latin,Asia,Afrika. Kemampuan untuk memahami
nasionalisme dapat terlihat dari symbol-simbol nasionalitas seperti bendera dan
lagu kebangsaan, symbol symbol tersebut mengikat perbedaan perbedaan dalam
sistim social.yang pada akhirnya membentuk patron-patron yang bersifat
partikulairistik dengan sentiment golongan satu dengan partai yang lain.
Pluralisme dalam perkembangan mengalami distorsi ketika Patron-partikularisme
membentuk paham liberalism yang kuat didalam sebuah “nation’ . John Locke
dianggap sebagai pelopor paham politik liberal. Menurut Locke, Negara terbentuk
dari perjanjian social antara individu yang hidup bebas dan penguasa. Sedangkan
menurut versi lain mengenai paham politik liberal dikemukakan oleh Montesquieu
(1689-1775). Dalam bukunya The Spirit Of Law, mengemukakan teori pemisahan kekuasaan:
eksekutif, legislative, dan yudikatif. Setiap kekuasaan saling mengawasi dan
mengimbangi satu dan yang lain. apabila ketiga kekuasaan pemerintah berada
dalam satu tangan, baik individu maupun lembaga, kesewenangan akan muncul.
Perkembangan liberalisme di bidang ekonomi dikenal dengan ekonomi liberal.
Prinsipnya berasal dari tulisan Adam Smith,David Ricardo, dan Robert Malthus.
Mereka mengembangkan paham bahwa individu memiliki kebebasan untuk
mengembangkan kekuatan dan bakatnya dalam berusaha. Oleh karena itu, liberalism
menolak campur tangan pemerintah dan membenarkan konsep perdagangan bebas.
Liberalism dapat pula dibedakan atas liberalism lama dan liberalism modern.
Liberalism lama lebih memperhatikan kebebasan individu dari kesewenang-wenangan
pemerintah. Liberalism yang modern mencari perlindungan terhadap tindakan
sewenang-wenang organisasi swasta dan Negara.
Pluralisme dalam agama.
Istilah ini merupakan sesuatu
yang khusus dalam kajian agama agama, Sebagai ‘terminologi khusus’, istilah ini
tidak dapat dimaknai sembarangan, misalnya disamakan dengan makna istilah
‘toleransi’, ‘saling menghormati’ (mutual respect), dan sebagainya. Sebagai
satu paham (isme), yang membahas cara pandang terhadap agama-agama yang ada,
istilah ‘Pluralisme Agama’ telah menjadi pembahasan panjang di kalangan para
ilmuwan dalam studi agama¬ agama (religious studies). Tantangan terbesar yang
diakibatkan oleh kaum orientalis diantaranya juga dalam bidang studi
agama-agama, dengan mengembangkan epistemology relativisme dalam memandang
kebenaran agama-agama. Memahami pluralisme agama pun harus memiliki metode
yakni ; pendekatak teologis normative,antropologis,sosiologis,
filosofis,historis,cultur dan phsikologis. Masyarakat Indonesia adalah
masyarakat plural ditinjau dari berbagai aspeknya, baik etnis, bahasa, budaya
maupun agama. Menurut Heldred Geertz, di Indonesia terdapat lebih dari tiga
ratus etnis, masing-masing etnis memiliki budayanya sendiri dan lebih dari dua
ratus lima puluh bahasa digunakan, dan hampir semua agama besar dunia terdapat
di dalamnya selain dari ragam agama asli itu sendiri, bahwa
"pluralisme" merupakan sebuah fenomena yang tidak mungkin dihindari.
Manusia hidup dalam "pluralisme" dan merupakan bagian dari
"pluralisme" itu sendiri. Tak pelak, pluralitas agama juga merupakan
tantangan tersendiri bagi agama-agama dunia dewasa ini. Oleh sebab itu, jika
pluralitas agama tidak disikapi secara benar dan arif oleh masing-masing
pemeluk agama, maka akan menimbulkan dampak, tidak hanya berupa konflik
antarumat beragama, tetapi juga konflik sosial dan disintegrasi bangsa. claim
pemeluk agama monoteisme yang partikularistk-subjektif bahwa agama yang
dipeluknya adalah satu-satunya yang benar, yang hanya percaya pada satu Tuhan,
Yang Esa dan Sejati (One True God)-- banyak memicu konflik.subjektivisme para
pemeluk agama monoteistik (baik Yahudi, Kristen maupun Islam) yang memandang
rendah agama lain. bahwa perbedaan agama dalam seluruh masyarakat berakar pada
relung-relung sosial, kelompok-kelompok orang yang saling berbagi preferensi
berkaiatan dengan intensitas keagamaan. pluralitas agama merupakan keniscayaan.
Dengan demikian, dalam konteks ini sedikitnya terdapat dua problem yang
dihadapi oleh pemeluk agama dalam menghadapi tantangan agama ke depan: pertama,
adalah problem pemahaman ajaran agama, dan yang kedua adalah problem politisasi
agama.
Transformasi Agama.
budayawan politik, Albert Widjaja
yang menyatakan bahwa budaya politik merupakan aspek politik yang terdiri dari
sistem nilai-nilai seperti ide, pengetahuan, adat istiadat, tahayul dan mitos.
Masyarakat mengakui sistem nilai tersebut, sebagian atau keseluruhannya. Latar
belakang pemahaman terhadap budaya politik akan memberikan penilaian logis
untuk menolak ataupun menerima nilai lain atau baru. Lebih lanjut, Widjaja
menyandingkan konsep budaya politik dengan idelogi, yang berarti sikap mental,
pandangan hidup, dan struktur pemikiran. Budaya politik merupakan kesatuan
pandangan di dalam masyarakat, sedangkan pandangan individu yang khusus masih
perlu dipernyatakan keberlakuannya. Letak agama disini sebagai media untuk
membentuk keseragaman pandangan di dalam masyarakat yang nantinya dalam sistem
politik Indonesia akan menjadi penguat dan unsur dalam demokratisasi di
Indonesia. Salah satu dengan adanya demokrasi lokal. Mengingat bahwa sebagian
besar wilayah Indonesia berupa pedesaan dalam pengembangan demokrasi nasional.
Transformasi adalah peruabahan rupa, bentuk, sifat, dan fungsi. Dikatakan bahwa
peran agama dalam demokrasi lokal telah ditransfomasikan menjadi sebuah wujud
baru dan salah satu unsur dari demokratisasi sistem politik di Indonesia.
Transformasi praktek-praktek keagamaan di tingkat lokal, secara langsung maupun
tidak langsung banyak dipengaruhi oleh kebijakan politik penguasa. bahwa dalam
demokrasi lokal terdapat sebuah transformasi peran agama yang menjadikan sifat,
bentuk dan fungsi agama berubah menjadi penguat serta pelindung dari kekuasaan
politik. Namun hal itu tentu memberikan corak baru tentang bagaimana
demokratisasi di Indonesia bila peran agama menjadi salah satu aktor dalam
menentukan rasa nyaman dan makmur dalam berbagai perbedaan yang ada. Tetapi
definisi pluralism agama telah menimbulkan polemik panjang dalam kehidupan
masyarakat Indonesia, mengingat agama agama memiliki kedudukan dan cara pandang
sesuai dengan keyakinan masing masing terhadap perubahan dan perbedaan itu
sendiri.
(Penulis adalah Pdt.GMIM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar