Selasa, 17 September 2013

PLURALISME DAN TRANSFORMASI AGAMA

(Sebuah Sketsa dilematis)
 oleh: Pdt Lucky Rumopa STh

Secara kasat mata pengertian Pluralisme lebih menunjukan pada “beragam-paham” dalam berbagai dimensi hidup, namun istilah ini lebih kuat menunjuk pada “ajaran” atau sebuah keyakinan manusia dimana ada interaksi social yang mau tidak mau menerima segala perbedaan itu. Dalam ilmu social lebih menujuk pada hubungan hubungan yang saling menerima dan menghormati perbedaan yang ada. Pluralisme adalah paham bersama dari berbagai perbedaan untuk dapat menerima satu dengan yang lain sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan sebagai mahkluk social. Dalam sebuah masyarakat otoriter atau oligarkis, ada konsentrasi kekuasaan politik dan keputusan dibuat oleh hanya sedikit anggota. Sebaliknya, dalam masyarakat pluralistis, kekuasaan dan penentuan keputusan (dan kemilikan kekuasaan) lebih tersebar. nah disini barangkali kita bisa melihat posisi pluralistis merupakan partisipasi positip dalam pengembangan ekonomi,politik dan pembangunan masyarakat yang maju. Bisa diargumentasikan bahwa sifat pluralisme proses ilmiah adalah faktor utama dalam pertumbuhan pesat ilmu pengetahuan. Pada gilirannya, pertumbuhan pengetahuan dapat dikatakan menyebabkan kesejahteraan manusiawi bertambah, karena, misalnya, lebih besar kinerja dan pertumbuhan ekonomi. Tetapi disatu sisi, Dunia komunikasi dan tekhnologi sains mulai merambat sejak terluncurnya era mellenium ke-3 dengan perubahan tersebut kehidupan manusia mengalami kemajuan dalam sandi-sandi kehidupannya kita sering menilai secara langsung yang sangat nampak pada era sekarang ini dari segala sektor kebutuhan umat manusia sudah berjalan dengan proses yang serba instans segala aktivitas mudah terampung dengan hadirnya dunia tekhnologi yang semakin terkemuka contohnya komunikasi dan media informasi yang mudah sekali kita temui di tengah pusaran kehidupan masyarakat tak kalah menarik juga transportasi sebagai kebutuhan yang dominan untuk menunjang kemakmuran para masyarakat.

Dengan hadirnya perangkat tekhnologi semua instansi dan element masyarakat menjadi praktis sehingga realitas yang paling dominan dari posisi positifnya behwa perkembangan ilmu pengetahuan(science) dan juga tekhnologi melalui sarananya bisa menyebabkan dunia dan aneka ragam isinya terasa transparan dan dari sisi negatifnya telah menybabkan kegelisahan dan juga keterpurukan yang luar biasa atas imbas kemajuan dari ilmu pengetahuan(science) dan tekhnologi tersebut. Berbagai aspek bisa di akses dan menghantam dinding dinding moral yang di bangun dalam batasan batasan agama.

Pluralisme diantara “isme”
Fenomena plural dalam sistim social mengikat manusia menjadi saling berketergantungan dan sebenarnya memberi sumbangsih yang positip bagi perkembangan hidup. Di Negara-negara barat sosialisme diartikan sebagai pendistribusian kekayaan secara lebih merata. Di Negara-negara berkembang sosialisme ditafsirkan sebagai pembangunan ekonomi dan industry dengan maksud menaikkan tingkat hidup dan pendidikan masyarakat. Robert Owen (1771-1858) memprakarsai gerakan koperasi yang menyokong organisasi serikat dagang yang tersebar di seluruh Inggris dan Skotlandia. Owen yakin bahwa koperasi produsen dapat menciptakan tata masyarakat yang baru. Perkembangan sosialisme di berbagai Negara disesuaikan dengan tradisi Negara yang bersangkutan. Dengan demikian terjadi pula perbedaan penafsiran tentang sosialisme dan pluralitas dijadikan tandem kekuasaan rezim dan politik. Kemudian pluralitas berhadapan dengan nasionalisme,Paham ini berasal dari Eropa barat lalu menyebar keseluruh Eropa pada abad ke19 dan pada abad ke20 tersebar ke seluruh dunia. Hans Kohn menyatakan bahwa nasionalisme adalah suatu paham yang menempatkan kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada Negara dan bangsa. Paham ini merupakan suatu kekuatan yang menentukan dalam sejarah modern. Lothrop Stoddard mengatakan bahwa nasionalisme adalah suatu kepercayaan yang hidup dalam hati rakyat yang berkumpul menjadi satu bangsa. Setelah perang dunia kesatu, nasionalisme merupakan persoalan upaya menentukan nasib sendiri dari suatu bangsa sebagai akibat dari meningkatnya paham fasisme dan sosialisme. Sesudah perang dunia kedua, nasionalisme ditandai dengan munculnya revolusi kemerdekaan dalam bentuk perlawanan terhadap imperialism dan kolonialisme di Amerika Latin,Asia,Afrika. Kemampuan untuk memahami nasionalisme dapat terlihat dari symbol-simbol nasionalitas seperti bendera dan lagu kebangsaan, symbol symbol tersebut mengikat perbedaan perbedaan dalam sistim social.yang pada akhirnya membentuk patron-patron yang bersifat partikulairistik dengan sentiment golongan satu dengan partai yang lain. Pluralisme dalam perkembangan mengalami distorsi ketika Patron-partikularisme membentuk paham liberalism yang kuat didalam sebuah “nation’ . John Locke dianggap sebagai pelopor paham politik liberal. Menurut Locke, Negara terbentuk dari perjanjian social antara individu yang hidup bebas dan penguasa. Sedangkan menurut versi lain mengenai paham politik liberal dikemukakan oleh Montesquieu (1689-1775). Dalam bukunya The Spirit Of Law, mengemukakan teori pemisahan kekuasaan: eksekutif, legislative, dan yudikatif. Setiap kekuasaan saling mengawasi dan mengimbangi satu dan yang lain. apabila ketiga kekuasaan pemerintah berada dalam satu tangan, baik individu maupun lembaga, kesewenangan akan muncul. Perkembangan liberalisme di bidang ekonomi dikenal dengan ekonomi liberal. Prinsipnya berasal dari tulisan Adam Smith,David Ricardo, dan Robert Malthus. Mereka mengembangkan paham bahwa individu memiliki kebebasan untuk mengembangkan kekuatan dan bakatnya dalam berusaha. Oleh karena itu, liberalism menolak campur tangan pemerintah dan membenarkan konsep perdagangan bebas. Liberalism dapat pula dibedakan atas liberalism lama dan liberalism modern. Liberalism lama lebih memperhatikan kebebasan individu dari kesewenang-wenangan pemerintah. Liberalism yang modern mencari perlindungan terhadap tindakan sewenang-wenang organisasi swasta dan Negara.

Pluralisme dalam agama.
Istilah ini merupakan sesuatu yang khusus dalam kajian agama agama, Sebagai ‘terminologi khusus’, istilah ini tidak dapat dimaknai sembarangan, misalnya disamakan dengan makna istilah ‘toleransi’, ‘saling menghormati’ (mutual respect), dan sebagainya. Sebagai satu paham (isme), yang membahas cara pandang terhadap agama-agama yang ada, istilah ‘Pluralisme Agama’ telah menjadi pembahasan panjang di kalangan para ilmuwan dalam studi agama¬ agama (religious studies). Tantangan terbesar yang diakibatkan oleh kaum orientalis diantaranya juga dalam bidang studi agama-agama, dengan mengembangkan epistemology relativisme dalam memandang kebenaran agama-agama. Memahami pluralisme agama pun harus memiliki metode yakni ; pendekatak teologis normative,antropologis,sosiologis, filosofis,historis,cultur dan phsikologis. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat plural ditinjau dari berbagai aspeknya, baik etnis, bahasa, budaya maupun agama. Menurut Heldred Geertz, di Indonesia terdapat lebih dari tiga ratus etnis, masing-masing etnis memiliki budayanya sendiri dan lebih dari dua ratus lima puluh bahasa digunakan, dan hampir semua agama besar dunia terdapat di dalamnya selain dari ragam agama asli itu sendiri, bahwa "pluralisme" merupakan sebuah fenomena yang tidak mungkin dihindari. Manusia hidup dalam "pluralisme" dan merupakan bagian dari "pluralisme" itu sendiri. Tak pelak, pluralitas agama juga merupakan tantangan tersendiri bagi agama-agama dunia dewasa ini. Oleh sebab itu, jika pluralitas agama tidak disikapi secara benar dan arif oleh masing-masing pemeluk agama, maka akan menimbulkan dampak, tidak hanya berupa konflik antarumat beragama, tetapi juga konflik sosial dan disintegrasi bangsa. claim pemeluk agama monoteisme yang partikularistk-subjektif bahwa agama yang dipeluknya adalah satu-satunya yang benar, yang hanya percaya pada satu Tuhan, Yang Esa dan Sejati (One True God)-- banyak memicu konflik.subjektivisme para pemeluk agama monoteistik (baik Yahudi, Kristen maupun Islam) yang memandang rendah agama lain. bahwa perbedaan agama dalam seluruh masyarakat berakar pada relung-relung sosial, kelompok-kelompok orang yang saling berbagi preferensi berkaiatan dengan intensitas keagamaan. pluralitas agama merupakan keniscayaan. Dengan demikian, dalam konteks ini sedikitnya terdapat dua problem yang dihadapi oleh pemeluk agama dalam menghadapi tantangan agama ke depan: pertama, adalah problem pemahaman ajaran agama, dan yang kedua adalah problem politisasi agama.

Transformasi Agama.
budayawan politik, Albert Widjaja yang menyatakan bahwa budaya politik merupakan aspek politik yang terdiri dari sistem nilai-nilai seperti ide, pengetahuan, adat istiadat, tahayul dan mitos. Masyarakat mengakui sistem nilai tersebut, sebagian atau keseluruhannya. Latar belakang pemahaman terhadap budaya politik akan memberikan penilaian logis untuk menolak ataupun menerima nilai lain atau baru. Lebih lanjut, Widjaja menyandingkan konsep budaya politik dengan idelogi, yang berarti sikap mental, pandangan hidup, dan struktur pemikiran. Budaya politik merupakan kesatuan pandangan di dalam masyarakat, sedangkan pandangan individu yang khusus masih perlu dipernyatakan keberlakuannya. Letak agama disini sebagai media untuk membentuk keseragaman pandangan di dalam masyarakat yang nantinya dalam sistem politik Indonesia akan menjadi penguat dan unsur dalam demokratisasi di Indonesia. Salah satu dengan adanya demokrasi lokal. Mengingat bahwa sebagian besar wilayah Indonesia berupa pedesaan dalam pengembangan demokrasi nasional. Transformasi adalah peruabahan rupa, bentuk, sifat, dan fungsi. Dikatakan bahwa peran agama dalam demokrasi lokal telah ditransfomasikan menjadi sebuah wujud baru dan salah satu unsur dari demokratisasi sistem politik di Indonesia. Transformasi praktek-praktek keagamaan di tingkat lokal, secara langsung maupun tidak langsung banyak dipengaruhi oleh kebijakan politik penguasa. bahwa dalam demokrasi lokal terdapat sebuah transformasi peran agama yang menjadikan sifat, bentuk dan fungsi agama berubah menjadi penguat serta pelindung dari kekuasaan politik. Namun hal itu tentu memberikan corak baru tentang bagaimana demokratisasi di Indonesia bila peran agama menjadi salah satu aktor dalam menentukan rasa nyaman dan makmur dalam berbagai perbedaan yang ada. Tetapi definisi pluralism agama telah menimbulkan polemik panjang dalam kehidupan masyarakat Indonesia, mengingat agama agama memiliki kedudukan dan cara pandang sesuai dengan keyakinan masing masing terhadap perubahan dan perbedaan itu sendiri.
(Penulis adalah Pdt.GMIM)

Tidak ada komentar: