(sebuah potret perenungan,dalam ziarah pelayanan)
Oleh: Pdt.Lucky Rumopa STh
Tas ransel hampir disukai oleh semua kalangan dan umur.
Selain karena modelnya yang beragam, kegunaannya termasuk multi fungsi. Apalagi
dewasa ini ransel tidak lagi milik khusus kaum pria saja. Wanita pun mulai
menggandrunginya. Belum lagi anak-anak sekolah yang paling suka memakai tas
ransel. Karena semua buku-buku pelajaran ditambah alat tulis, atau laptop
sekalipun bisa muat di dalamnya. Sayangnya ada penelitian yang justru
menganggap tas ransel menyebabkan gangguan nyeri. Tetapi ada penelitian lagi yang
mengatakan tas ransel baik untuk pertumbuhan tulang leher dan tulang belakang
agar tubuh dapat lebih tegap. Hal ini tentu saja kembali pada bagaimana
pemakaian yang tepat untuk tas ransel tersebut. Artinya tas ransel harus
digunakan pada kedua bahu secara seimbang. Tetapi perhatikan juga lama
pemakaian, jangan terus sepanjang hari ransel dipakai terus menerus. Tentu saja
pasti nyeri. Oleh karenanya pemilihan dan pemakaian tas ransel harus sesuai
baik untuk penggunaan dan sesuai juga dengan umur. Jadi, memilih tas untuk anak
tidak sesederhana yang dikira. Pemilihannya harus cermat dan memerhatikan
berbagai aspek, baik kenyamanan, kekuatan, keamanan, dan yang tak kalah
penting, kesehatan.
Ransel juga dapat dikatakan “wadah” atau “pinggan” mengisi
berbagai bekal dalam perjalanan “ziarah” hidup kita, Sebesar kebutuhan kita
dalam perjalanan disesuaikan dengan ransel yang harus kita miliki. GMIM
merupakan wadah organisasi gereja terbesar ke dua di Indonesia yang di
perkirakan memiliki umat 815.678 ribu jiwa dari Total penduduk Sulawesi Utara
sekitar 2,48 jt jiwa. Itu berarti sumbangsih GMIM dalam kontribusi pajak di
daerah tergolong tinggi dan memainkan peranan penting dalam berbagai aspek
pembangunan. GMIM dengan sistim organisasi “Sinodal” yang memiliki 103 pusat
wilayah yang menyebar di Minahasa. Sejak berdiri pada tanggal 30 september
1934, menyatakan diri sebagai Gereja local yang hanya ada di tanah Minahasa,
walaupun dengan memiliki kharakteristik yang esa, kudus, am dan rasuli, peranan
GMIM bisa berimplementasi keluar dan bersifat “infklusif”. Dengan memiliki
tenaga pendeta tetap 1.508 yang melayani di 886 jemaat yang tersebar di
kabupaten kota, tentu memerlukan “ransel’ GMIM yang kuat dan tidak keropos dan
mudah bocor! Bekal “wadah” GMIM yang dikemas sepanjang perjalanan melalui tata
gereja yang telah mengalami beberapa kali revisi dari tahun ke tahun cukup
membuktikan “ransel” GMIM memiliki kewibawaan “kelayakan”. Realitas yang
pragmatis bila ransel-gmim sekedar pajangan dengan aksesorisnya dan menjadi symbol
symbol teologis dan yang telah membawa kita pada segudang pertanyaan dari
persoalan antara lain problematik UKIT yang dilematis, dan di tambah dengan
intens kepemilikan yayasan di berbagai aras mengalami distorsi? Dan dapatkah
kita menyebut ‘ransel” kita sedang digigit atau justru member diri digigit oleh
kekuatan yang secara pragmatis dan sistimatis,yang pada akhirnya menghadirkan
tikus tikus kecil mengerogoti peluang dan tantangan gereja dan kewibawaannya.
Bekal demi bekal di dalam “ransel” kita telah letakan dengan berbagai
pendekatan untuk memenuhi perjalanan kita (GMIM). Sebut saja laporan umum BPMS
dalam SMST ke 25 ratatotok menyimpan bekal “usang’ dari persoalan intern yang
secara institusi belum tersentuh. Ransel kita semakin padat oleh “jamur jamur”
baru di bidang pengembangan sumber daya, dengan mematok investasi kas sinode ;
2 milliar untuk menghadirkan BPR yang akan direalisasikan pada semester I tahun
2013 tinggal kenangan sebuah aksesoris ransel saja! Ditambah dengan segudang
pengembangan aset yang mengalami stagnan. Walau sering terasa nyeri dalam
menanggung konsekwensi tetapi ransel-gmim memiliki daya tarik sendiri, maklum
ini bukan sekedar “ransel” tetapi sebuah wadah yang turut memainkan peran
penting dalam fenomena public yang memiliki dimensi ekonomi“politik” dalam
konteks masyarakat.
Ransel tetap “ransel’ tapi isinya bisa berubah, maka ketika
bekal di tahun 2007 harus diimplementasikan dengan berbagai tuntutan, maka
sidang majelis sinode ke 75 tahun 2010 melihat ada hal hal krusial yang mesti
di tinjau kembali. Legitimasi amanat SMTS di teling manado dan langoan
memutuskan agar “adendum” Tata gereja tahun 2007 harus dilakukan sebagai bentuk
penyulaman “ransel” yang lebih baik di pandang..Dalam pengertian istilah
adendum adalah perubahan pasal pasal yang kurang jelas pada keputusan 2007,
oleh sebab itu perubahan yang berlaku pada peristiwa siding istimewa Amurang
harus di posisikan pada Peraturan TTG 2007. Sebab isi bisa diganti tetapi
“ransel” kita adalah pergumulan bertahun yang di legalkan dalam Sidang resmi
TTG 2007, isi bisa rusak dimakan cacing, tetapi ransel kita harus utuh inilah
perjuangan “laskar kristen’
Istilah addendum merupakan istilah hukum yang lazim disebut
dalam suatu pembuatan perjanjian. Dilihat dari arti katanya, addendum adalah
lampiran, suplemen, tambahan. (John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus
Inggris-Indonesia, hal.11)..Pengertian Addendum adalah istilah dalam kontrak
atau surat perjanjian yang berarti tambahan klausula atau pasal yang secara
fisik terpisah dari perjanjian pokoknya namun secara hukum melekat pada
perjanjian pokok itu
Biasanya klausula yang mengatur tentang addendum dicantumkan
pada bagian akhir dari suatu perjanjian pokok. Namun apabila hal tersebut tidak
dicantumkan dalam perjanjian, addendum tetap dapat dilakukan sepanjang ada
kesepakatan diantara para pihak, dengan tetap memperhatikan ketentuan pasal
1320 KUH Perdata. dengan demikian Adendum bukan peraturan "baru"
tetapi mengikat pada pokok perjanjian,(TTG 2007) berdasarkan Pasal 1320 KUHP
Perdata : “ransel” kita harus berhati hati menampung bekal “illegal” hal ini
akan dan membuat wadah GMIM yang “kekar” tetapi memiliki tulang belakang
keropos dan mudah patah, mengingat lembaga gereja juga dilindungi UU maka
setidaknya apa yang kaisar punya kita berikan bagi kaisar dan apa yang menjadi
bagian dari gereja di lakukan secara “konsekwen”. Wadah kita bukan sekedar
isinya kuat tetapi bagaimana “ransel-gmim” kita ini bisa kuat menghadapi
berbagai ancaman? Proyeksi dan prediksi kedepan,dapat membuat ransel kita bisa
terkoyak koyak, sebab substansi “addendum” memberi alternative fungsi dalam
pertumbuhan umat yang dapat mengembara dengan tuntutan yang ada, agar “wadah”
kita berjalan tegak sesuai amanat agung Yesus kristus sebagai kepala gereja
yang menghadirkan kata ‘syalom” tetap relevan dalam berbagai situasi dan
kondisi yakni sebuah wadah (gereja) yang mandiri dalam persekutuan,
kesaksian,dan melayani.
Pemakaian tas ransel tidak akan seimbang bila kita sendiri
yang salah meletakan posisi dan kedudukannya, apapun itu akan memberi
konsekwensi, tetapi inilah GMIM wadah yang menampung bekal yang besar
memerlukan keterbukaan dan kesediaan menerima mengingat GMIM selain sebuah
wadah spiritual dia juga adalah organisasi yang memiliki asset dan
pemberdayanya, baik dibidang pendidikan,kesehatan dan usaha usaha provit
lainnya. Dengan memiliki 967 pusat pendidikan (Tk,SD,SMP,SMA) dengan
infrastruktur terbatas dan memprihatinkan setidaknya memberi warning bahwa
betapa penting sebuah “ransel” itu yang disukai oleh banyak kalangan dengan
harapan harapan baru untuk menghadirkan “produk” baru untuk mempersiapkan tiang
tiang gereja masa depan yang berkwalitas dan memiliki daya saing di era
kompetisi global. Ransel adalah tetap sebagai “ransel” (wadah) yang menampung
semua beban dalam perjalanan kita. Pesta iman Sidang sinode tahun 2014 bulan
maret memiliki moment untuk introspeksi dan restrospeksi dari perjalanan kita
untuk menentukan langkah baru yang lebih baik, agar tidak terkoyak lagi dan
mengalami tambal-sulam “ransel” kita. Rentan waktu perjalanan yang mendekati
tahun ke 100 bersinode, GMIM setidaknya memiliki kecepatan meng-akses berbagai
potensi “downstream dan upstream” kemampuan monitoring yang bukan sekedar
penjabaran “renstra” melainkan kemampuan jaringan yang focus dan transparan.
Ransel kita mengalami distorsi oleh karena kita terjebak dengan perilaku lama
yakni masih menggunakan modem “konvensional” yang bekerja pada frekuensi kurang
dari 4 kH padahal di era millennium ke 3 kita sudah mengantisipasi dengan Asymetric
Digital Subcriber Line (ADSL) yakni sistim “akses” berkecepatan tinggi. Yakni
selain memiliki daya proaktif, tetapi ransel kita juga harus diperlengkapi
dengan sistim jaringan yang baik. Gaya konvensional dan konservatif turut
memberi hasil stagnan dan tidak berkembang. Acuan laporan BPPS GMIM , dengan
meninggalkan sisa peringatan di tahun 2012 dimana “ransel” kita masih terdapat
pengelolaan keuangan yang secara parsial dan tidak terpusat. Belum adanya
“tupoksi” turut memberi rentan polemik kita, modem konvensional turut
dipengaruhi para perangkat “lunak” sebab selain sistim juga “humah eror”
menjadi bagian ransel kita sering terseok seok. Ransel harus digunakan pada
kedua bahu agar terjadi keseimbangan. Agenda pemilihan di semua aras GMIM telah
memiliki produk “bekal” tinggal tergantung kita membawa “ransel” kita terasa
nyaman di pundak kita.
(tulisan ini dipersembahkan untuk persiapan SMTS Bitung
2013. Penulis adalah ketua BPMJ Baitel batusaiki Wilayah manado Utara IV).