Selasa, 17 Desember 2013

PESAN NATAL PGI DAN KWI 2013





Tema “Datanglah, ya Raja Damai”

(Bdk. Yes. 9:5)

Saudara-saudari terkasih,  segenap umat Kristiani Indonesia, Salam sejahtera dalam kasih Tuhan kita Yesus Kristus.

Kita kembali merayakan Natal, peringatan kelahiran Yesus Kristus Sang  Juruselamat di  dunia. Perayaan  kedatangan-Nya  selalu  menghadirkan kehangatan  dan  pengharapan  Natal  bagi  segenap  umat  manusia, khususnya bagi umat Kristiani di Indonesia. Dalam peringatan ini kita menghayati kembali peristiwa kelahiran Yesus Kristus yang diwartakan oleh para Malaikat dengan gegap gempita kepada para gembala di padang Efrata, komunitas sederhana dan terpinggirkan pada zamannya (bdk. Luk. 2:8-12). Selayaknya, penyampaian kabar gembira itu tetap menggema dalam kehidupan kita sampai saat ini, dalam keadaan apa pun dan dalam situasi bagaimanapun.

Tema Natal bersama PGI dan KWI kali ini diilhami suatu ayat dalam Kitab Nabi Yesaya 9:5 “Sebab  seorang  anak  telah lahir  untuk  kita;  seorang putra  telah diberikan  untuk  kita;  lambang  pemerintahan ada  di  atas bahunya, dan  namanya disebutkan  orang;  Penasihat  Ajaib,  Allah  yang perkasa, Bapa yang  Kekal, Raja  Damai”.  Kekuatan  pesan  sang  nabi tentang kedatangan Mesias dibuktikan dari empat gelar yang dijabarkan dalam  nubuat  tersebut,  yaitu:  1).  Mesias  disebut  “Penasihat  ajaib”, karena Dia sendiri akan menjadi keajaiban adikodrati yang membawakan hikmat sempurna dan karenanya, menyingkapkan rencana keselamatan yang sempurna. 2). Dia digelari “Allah yang perkasa” karena  dalam  Diri-Nya  seluruh  kepenuhan ke-Allah-an  akan  berdiam secara jasmaniah (bdk. Kol. 2:9, bdk. Yoh. 1:1.14). 3). Disebut “Bapa yang kekal”  karena  Mesias  datang  bukan  hanya  memperkenalkan  Bapa Sorgawi,  tetapi  Ia  sendiri akan bertindak  terhadap  umat-Nya  secara kekal bagaikan seorang Bapa yang penuh dengan belas kasihan, melindungi dan memenuhi kebutuhan anak-anak-Nya (Bdk. Mzm. 103:3).  Raja Damai, karena pemerintahan-Nya akan membawa damai dengan bagi umat manusia melalui pembebasan dari dosa dan kematian (bdk. Rm. 5:1; 8:2).

Seiring  dengan semangat dan  tema Natal  tahun  ini, kita  menyadari bahwa  Natal  kali  ini  tetap  masih  kita  rayakan  dalam  suasana keprihatinan  untuk  beberapa  situasi  dan  kondisi  bangsa  kita.  Kita bersyukur bahwa Konstitusi Indonesia menjamin kebebasan beragama. Namun, dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara, kita masih merasakan  adanya  tindakan-tindakan  intoleran  yang  mengancam kerukunan,  dengan  diembuskannya  isu  mayoritas  dan  minoritas  di tengah-tengah masyarakat oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan kekuasaan.  Tindakan  intoleran  ini  secara  sistematis  hadir  dalam berbagai  bentuknya.  Selain  itu,  di  depan  mata  kita  juga  tampak perusakan  alam  melalui  cara-cara  hidup  keseharian  yang  tidak mengindahkan kelestarian lingkungan seperti  kurang  peduli  terhadap sampah, polusi, dan lingkungan hijau, maupun dalam bentuk eksploitasi besar-besaran  terhadap  alam  melalui  proyek-proyek  yang  merusak lingkungan.

Hal yang juga masih terus mencemaskan kita adalah kejahatan korupsi yang  makin  menggurita.  Usaha  pemberantasan  sudah  dilakukan dengan tegas dan tak pandang bulu, tetapi tindakan korupsi yang meliputi perputaran uang dalam jumlah yang sangat besar masih terus terjadi. Hal lain yang juga memprihatinkan adalah lemahnya integritas para pemimpin bangsa. Bahkan dapat dikatakan bahwa integritas moral para pemimpin bangsa ini kian hari kian merosot. Disiplin, kinerja, komitmen  dan  keberpihakan  kepada  kepentingan  rakyat  digerus  oleh kepentingan politik kekuasaan. Namun demikian, kita bersyukur karena Tuhan  masih  menghadirkan  beberapa  figur  pemimpin  yang  patut dijadikan teladan. Kenyataan ini memberi secercah kesegaran di tengah dahaga dan kecewa rakyat atas realitas kepemimpinan yang ada di depan mata.

Karena itu, gema tema Natal 2013 “Datanglah, Ya raja Damai” menjadi sangat relevan. Nubuat Nabi Yesaya sungguh memiliki kekuatan dalam ungkapannya. Seruan ini  mengungkapkan sebuah doa permohonan dan sekaligus harapan akan datangnya sang pembawa damai dan penegak keadilan (bdk. “Penasihat Ajaib”).

Doa ini dikumandangkan berangkat dari kesadaran bahwa dalam  situasi apa pun, pada akhirnya  “Allah yang perkasa, Bapa yang Kekal,” Dialah yang  memiliki  otoritas atas  dunia  ciptaan-Nya.   Dengan  demikian, semangat Natal adalah semangat merefleksikan kembali arti Kristus yang sudah lahir bagi kita, yang telah menyatakan karya keadilan dan perdamaian  dunia,  dan  karenanya  pada  saat  yang  sama,  umat berkomitmen  untuk  mewujudkan  kembali  karya  itu,  yaitu  karya perdamaian di tengah konteks kita. Tema ini sekaligus mengacu pada pengharapan akan kehidupan kekal melalui kedatangan-Nya yang kedua kali sebagai Hakim yang Adil. Semangat tema ini sejalan dengan tekad Gereja-gereja  sedunia  yang  ingin  menegakkan  keadilan,  sebab kedamaian sejati tidak akan menjadi nyata tanpa penegakan keadilan.

Karena itu, dalam pesan Natal bersama kami tahun ini, kami hendak menggarisbawahi semangat Kedatangan Kristus tersebut dengan sekali lagi mendorong Gereja-gereja dan seluruh umat Kristiani di Indonesia untuk tidak jemu-jemu menjadi agen-agen pembawa damai di mana pun berada dan berkarya. Hal itu dapat kita wujudkan antara lain dengan:

Terus mendukung upaya-upaya penegakan keadilan, baik di lingkungan kita maupun dalam lingkup yang lebih luas. Hendaklah kita menjadi pribadi-pribadi yang adil dan bertanggung jawab, baik dalam lingkungan keluarga, pekerjaan, gereja, masyarakat dan di mana pun Allah mempercayakan diri kita berkarya. Penegakan keadilan, niscaya diikuti oleh sikap hidup yang berintegritas, disiplin, jujur dan cinta damai.

Terus memberi perhatian serius terhadap upaya-upaya pemeliharaan, pelestarian dan pemulihan lingkungan. Mulailah dari sikap diri yang peduli terhadap kebersihan dan keindahan alam di sekitar kita, penghematan pemakaian sumber daya yang tidak terbarukan, serta bersikap kritis terhadap berbagai bentuk kegiatan yang bertolak belakang dengan semangat pelestarian lingkungan. Dengan demikian kita juga berperan dalam memberikan keadilan dan perdamaian terhadap lingkungan serta generasi penerus kita.

Semangat cinta damai dan hidup rukun menjadi dasar yang kokoh dan modal yang sangat penting untuk menghadapi agenda besar bangsa kita, yaitu Pemilu legislatif maupun Pemilu Presiden-Wakil Presiden tahun 2014 yang akan datang.

Saudara-saudara terkasih, Marilah kita menyambut kedatangan-Nya  sambil terus mendaraskan doa Santo Fransiskus dari Asisi ini:

Tuhan,

Jadikanlah aku pembawa damai,

Bila terjadi kebencian, jadikanlah aku pembawa cinta kasih

Bila terjadi penghinaan jadikanlah aku pembawa pengampunan

Bila terjadi perselisihan, jadikanlah aku pembawa kerukunan Bila terjadi kebimbangan, jadikanlah aku pembawa kepastian  Bila terjadi kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran

Bila terjadi kesedihan, jadikanlah aku sumber kegembiraan,

Bila terjadi kegelapan, jadikanlah aku pembawa terang,

Tuhan semoga aku lebih ingin menghibur daripada dihibur, Memahami dari pada dipahami, mencintai dari pada dicintai, Sebab dengan memberi aku menerima

Dengan mengampuni aku diampuni Dengan mati suci aku bangkit lagi, untuk hidup selama-lamanya.

Amin


Selamat Natal 2013 Dan Tahun Baru 2014

 Jakarta, 18 November 2013

Atas nama,

Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI)

Konferensi Waligereja Indonesia (KWI)

Jumat, 01 November 2013

Allah Kehidupan, Pimpinlah Kami untuk Keadilan dan Perdamaian.



Refleksi atas Perayaan Hari Reformasi Martin Luther, 31 Oktober 2013
Oleh : Pdt.Dr. Karolina Augustien Kapahang Kaunang

Mengingat dan merayakan Hari Reformasi Gereja, 31 Oktober 2013 bersamaan dengan pelaksanaan Sidang Raya X Dewan Gereja-gereja seDunia di Busan, Korea tanggal 30 Oktober - 8 NOvember 2013. Berikut ini refleksiku.
 
Judul utama tulisan ini adalah tema Sidang Raya X Dewan Gereja-Gereja se-Dunia (DGD) yang berlangsung di Busan-Korea Selatan pada tanggal 30 Oktober – 8 November 2013. Sekretaris Jendral DGD, Olav Fykse Tveit berpendapat bahwa tema ini diilhami oleh perintah yang terkenal dalam Ulangan 30:19 “Pilihlah kehidupan”. Mengapa tema ini? Tema ini melukiskan pergulatan masyarakat Asia pada umumnya yang mengalami perpecahan akibat pertentangan ideologi, warisan pemerintahan diktator militer, makin lebarnya jurang antara orang miskin dan kaya, pelanggaran HAM yang berat, dan krisis ekologi yang makin parah. Tema ini dalam bentuk seruan atau doa permohonan agar Allah kehidupan itu pula yang menuntun gereja-gereja dan semua orang beriman memperjuangkan keadilan dan perdamaian. Ia menegaskan keterkaitan erat antara kehidupan, keadilan dan perdamaian. Ketiganya adalah anugerah Allah Sang Sumber segala sesuatu. Di dalam doa ini terkandung kesaksian bahwa kehidupan itu adalah anugerah Allah. Ia juga mengatakan jika pada abad ke-20 fokus gerakan ekumene pada keesaan gereja-gereja, maka pada abad ini fokusnya pada martabat manusia. Kehidupan yang bermartabat di dalam komunitas yang adil merupakan tolok ukur kesaksian dan tindakan bersama agama-agama.
Kata keadilan dan perdamaian disandingkan bukan tanpa makna. Perdamaian hanya akan terwujud ketika ada keadilan. Keadilan adalah tolok ukur perdamaian. Romo Eddy Purwanto dari Konferensi Wali Gereja di Indonesia (KWI)berpendapat rumusan tema ini bukan saja logis tetapi juga mengandung misi pastoral yang jelas. Perdamaian itu hanya akan terwujud ketika ada keadilan. Kalau tidak ada keadilan maka suasananya akan seperti Indonesia. Baginya Indonesia tidak pernah damai karena keadilan itu masih sangat jauh. Buktinya, rentan antara yang kaya dan miskin semakin melebar. Pdt. Gomar Gultom , Skeretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) berpendapat bahwa dunia sekarang ini masih dipenuhi isu-isu seperti kemiskinan, ketidakadilan, persoalan ekologis dan juga radikalisme agama. Oleh sebab itu diharapkan dari sidang raya ini dapat membuat gereja-gereja menjadi alat perdamaian di tengah konflik. Baik konflik internal yang terjadi dalam negara maupun antar negara, demikian pula konflik agama. Persoalan kemiskinan, ketidakadilan dan ekologi juga menjadi tanggungjawab gereja. Gereja dipanggil ke dunia untuk menata dunia, agar dunia ini menjadi rumah yang aman bagi semua. Pdt. Joas Adiprasetya, Ketua Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, berpendapat bahwa tanpa keadilan dan perdamaian, kehidupan dapat dimanipulasi untuk memperkaya kehidupan sebagian orang dengan ongkos kematian orang lain. Juga tanpa keadilan dan perdamaian, kehidupan dapat diselewengkan menjadi kehidupan individual atau kelompok tertentu, sambil tetap abai pada kehidupan individu atau kelompok lainnya.
Bagi saya, tema ini adalah penegasan kembali atas apa yang telah lama menjadi program DGD yaitu Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan atau yang lebih dikenal dengan JPIC (Justice, Peace and Integrity of Creation). Hanya saja setelah 55 tahun DGD berdiri dan berkarya, dan setelah 9 kali bersidang raya, maka sidang raya ke-10 ini secara khusus dan terus terang menyatakan dalam temanya tentang keadilan dan perdamaian sebagai dua hal esensi dalam kehidupan berekumene dalam misinya di dunia yang dilandaskan pada pengakuan iman bahwa Allah itu pemilik kehidupan. Hanya di dalam Allah ada kehidupan. Bila gereja-gereja anggota DGD mengakui Allah kehidupan, maka dogma-dogma gereja-gereja harus mengacu pada pengakuan ini. Dogma gereja-gereja ada untuk kehidupan di dalam Dia, bukan untuk mempertentangkan dan mengadili satu dengan yang lain. Pengakuan iman bahwa Allah pemilik kehidupan bersumber dari pengakuan utama kita ialah Allah adalah pencipta langit, bumi, laut serta segala isinya, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Ciptaan-Nya itu adalah baik, dan karenanya tolok ukur bahwa sesuatu itu adalah ciptaan-Nya bila ada kebaikan. Pengakuan iman ini harus nyata dalam proses pengambilan keputusan dan penyusunan program kerja mulai dari aras basis bergereja yaitu jemaat-jemaat. Sehingga pada aras sinodal, dalam perhelatan sidang-sidang gerejawi yang tertinggi sekalipun, hanyalah sarana bersama untuk memandang bersama (sin-hodos) secara teologis alkitabiah akan hakikat bergereja sebagai Tubuh Kristus dalam dunia. Bila pengakuan iman kita bahwa kehidupan kita dari Allah, maka dalam konteks dunia yang ketiadaan damai karena keadilan masih jauh dari kenyataan bersama, tema sidang raya ini yang memohon kepada Allah untuk memimpin kita pada keadilan dan perdamaian menjadi sangat-sangat relevan.
Pada satu pihak permohonan kepada Allah kehidupan untuk memimpin pada keadilan dan perdamaian berkonteks dunia, tetapi juga, pada pihak lain permohonan ini untuk kehidupan internal bergereja-gereja kita. Sehingga pertanyaan untuk refleksi kita ialah apakah gereja-gereja pada dirinya sendiri telah berdamai satu dengan yang lain di tengah banyak perbedaannya? Apakah artinya pengakuan bahwa Kepala Gereja kita hanya Dia, Yesus, Tuhan, Juruselamat kita, terimplementasi dalam penyusunan dan penetapan serta pelaksanaan program bergereja masing-masing? Apakah gereja-gereja masih berada pada posisi utama yaitu melayani daripada memimpin? Jangan-jangan utopia kita tentang hidup damai masih sangat jauh karena belum ada keadilan. Jangan-jangan keadilan yang kita praktekkan adalah adil bagi yang sejalan dengan kita, yang sepekepentingan dengan kita. Lebih jauh lagi, jangan-jangan keadilan dan damai itu hanya untuk melanggengkan kepentingan kepemimpinan dan kekuasaan tertentu dan menjegal orang lain. Jangan-jangan pemahaman kita tentang damai yang dipraktekkan dalam rapat-rapat atau sidang-sidang hanyalah pada tahap ‘tutup mulut dan tutup hati’ agar tidak gaduh, tidak kacau, tidak terpecah, jaga nama baik lembaga dan para pengambil keputusan. Jangan-jangan gereja-gereja semakin terjebak pola kepemimpinan ‘sekuler’ yang berjenjang, yang birokratis dan sentralistik, sehingga makin menjadi tertutup pada kemungkinan baru yang elegan dan yang berpihak pada keadilan. Jangan-jangan kita sedang abai terhadap kehendak Dia, Kepala Gereja kita. Kalau demikian halnya, maka kita harus kembali kepada sumber kehidupan itu, sumber bergereja dan kepala gereja kita. Ya, kita harus bertobat.
Hari ini, gereja-gereja Protestan sedang mengingat dan merayakan peristiwa penting dalam bergereja sepanjang abad yaitu Reformasi dari Martin Luther. Dialah sosok Imam yang berani melakukan otokritik dengan menempelkan 95 dalil teologis eklesiologis yang secara khusus menentang praktek penghapusan siksa dengan menjual surat penghapus siksa, di pintu gereja istana Wittenberg Jerman pada tanggal 31 Oktober 1517. Meski untuk itu dia dikucilkan dari komunitas berimannya. Berikut ini saya kutip tiga dalilnya. Dalil 1: “Tuhan dan Guru kita Yesus Kristus, ketika Ia mengucapkan “Bertobatlah”, dan seterusnya, menyatakan bahwa seluruh hidup orang-orang yang percaya harus diwarnai dengan pertobatan.” Dalil 94 : “Orang-orang Kristen harus dinasihati untuk setia mengikuti Kristus Sang Kepala mereka melalui penderitaan, kematian, dan neraka.” Dalil 95 : “Dan dengan demikikan yakin untuk memasuki sorga melalui penganiyaan, bukannya melalui damai sejahtera yang palsu.” Untuk menjawab banyaknya pertanyaan tentang hakikat bergereja kita pada masa kini, marilah kita ingat hakikat reformasi : ecclesia reformata semper reformanda (gereja reformasi yang selalu perlu direformasikan), dan marilah kita berdoa “Ya Allah Kehidupan, Pimpinlah kami untuk Keadilan dan Perdamaian”. (sumber a.l dari website WCC2013, Berita Oikoumene, edisi Juli 2013. DGD beranggotakan 345 gereja-gereja Protestan, Ortodoks, Anglikan, di 110 negara, dan bekerja sama dengan gereja Roma Katolik)
Tomohon, 31 Oktober 2013
Penulis: Pdt.Dr.Agustien Kaunang.

Selasa, 22 Oktober 2013

KARAKTER MURID-MURID YESUS



karakter murid murid Tuhan Yesus :
oleh; Pdt. Lucky Rumopa. STh.

1. Simon Petrus

Pengantar
Nama lahir -asli- Simon Petrus adalah Simon. Kata Petrus
ditambahkan kemudian oleh Tuhan Yesus. Kata Petrus adalah
terjemahan Yunani dari kata Kefa -bhs Aram- yang artinya
batu padas, batu karang. Simon Petrus dilahirkan di Betasaida,
Yoh 1:44, Ayahnya bernama Yona atau Yunus/Yohanes, Mat 16:17,
Yoh 1:42, 21:15. Saudara kandungnya adalah Andreas. Mat 10:2. Simon Petrus, Yakobus dan Yohanes termasuk murid yang “terdekat” dengan Tuhan Yesus, Mrk 5:37, 9:2, 14:33.

Selama Melayani Bersama Tuhan Yesus

Mungkin sekali Simon Petrus pindah dan tinggal serta bekerja sebagai nelayan di Kapernaum. Di tempat ini, Simon Petrus dan Andreas, berjumpa dengan Yesus, Mrk 1:29; Luk 4:38. Ketika Simon Petrus menjadi pengikut atau murid Tuhan Yesus, ia meninggalkan beberapa hal, antara lain:

jala atau penunjang kehidupannya

mata pencaharian

pekerjaannya dan penghasilan untuk seluruh anggota keluarga

orang tua dan saudara

mertua yang sakit-sakitan

Simon Petrus adalah murid Tuhan Yesus yang paling banyak mengungkapkan dirinya daripada murid-murid lain. Simon Petrus memiliki sifat alamiah yang amat menarik -ditambah anugerah rohani dan pendidikan yang ia terima dari Tuhan Yesus- membuat banyak orang terpikat. Dalam berbicara dan bertindak, Simon Petrus melakukan dengan satu cara yang khusus mengungkapkan sifatnya. Ia tidak pernah meniru gaya dan kepribadian orang lain. Keaslian yang dimilikinya merupakan salah satu modal dalam kepemimpinannya yang sejati. Ia adalah seorang yang tidak berpikir dalam-dalam, berhati ramah, suka menurut kata hati dan bertindak cepat, yang dikuasai oleh dorongan pada saat itu juga. Hal-hal tersebut dapat dilihat dalam Alkitab, antara lain:

Mencoba -dan sedikit berhasil- berjalan di atas air untuk mendapati Tuhan Yesus

Ingin mendirikan tiga kemah di atas Gunung waktu Tuhan Yesus dimuliakan di atas gunung- agar Yesus, Musa, Elia dan dirinya tinggal di tempat itu.

Tidak mau membiarkan Tuhan Yesus membasuh kakinya

Menyombongkan kesetiaannya

Berani membela Tuhan Yesus dengan padang, dan memotong salah satu prajurit -bernama Malkhus- yang menangkap Tuhan Yesus di Getsemani

Mengabaikan Yohanes yang ragu-ragu, dan dengan berani masuk ke dalam kuburan Yesus

Ketika mengetahui Tuhan Yesus berdiri dipantai, ia menggenakan pakaiannya, lalu terjun ke danau dan berenang ke tepi -karena tidak sabar menunggu perahu yang sarat dengan ikan- untuk bertemu Yesus.

Setelah Pentakosta

Setelah kebangkitan Yesus, Ia menyatakan Diri-Nya secara khusus kepada Petrus. Di samping itu, Tuhan Yesus membutuhkan waktu tersendiri memulihkan simon Petrus. Pemulihan ini perlu karena Simon Petrus pernah menyangkal Tuhan Yesus, Yoh 21:15-19. Pemulihan tersebut nyata dalam Surat 1 dan Petrus.

Perubahan besar dalam diri Simon Petrus terjadi ketika Pentakosta. Ia berdiri mewakili para murid dan berkhotbah kepada orang-orang di Yerusalem, Kisah 2:14-40. Pada perkembangan kemudian, Simon Petrus menjadi salah satu pemimpin Gereja Mula-mula.

Dalam kurun waktu yang cukup lama, Ia berperan penting dalam perkembangan dan pertumbuhan Jemaat atau Gereja Mula-mula. Sejarah -dan juga tradisi- Gereja menunjukkan bahwa Simon Petrus melakukan pelayanan sampai masa tuanya -sampai akhir hayatnya- di Roma. Di kota itu -Roma- ia menjadi Martir, dengan cara disalibkan kepala ke bawah oleh Kaisar Nero, antara thn 64-67 Ms.

Andreas

Pengantar

Dalam bahasa Yunani, Andreas artinya si pria. Saudara kandungnya adalah Simon Petrus. Mereka berasal dari Betasida, Yoh 1:44. Sebelum menjadi murid Tuhan Yesus, Andreas adalah murid Yohanes Pembaptis, Yoh 1:40. Andreas dan Simon Petrus termasuk murid-murid pertama yang dipanggil oleh Tuhan Yesus, Mrk 1:16-18; Kis 1:13.

Selama Melayani bersama Tuhan Yesus

Andreas pertama kali dikenal sebagai murid Yohanes Pembaptis. Hal ini menunjukkan bahwa ia sangat memperhatikan nilai-nilai rohani. Ia menanggapi apa yang diajarkan oleh Yohanes Pembaptis tentang pertobatan, Kerajaan Allah dan Penghakiman terakhir. Para Sinoptis -Matius, Markus, Lukas- tidak menceritakan pertemuan pertama antara Andreas dan Tuhan Yesus. Akan tetapi, Yohanes menghargai hal tersebut sebagai suatu kenangan yang paling kudus.

Alkitab menunjukkan bahwa, ketika Yohanes Pembaptis menunjuk bahwa Yesus sebagai Anak Domba Allah yang menanggung dosa manusia, Andreas dan Yohanes berpaling untuk mengikut Dia. Pertemuan Andreas dengan Tuhan Yesus begitu penting bagi, sehingga ia -selalu- memberitahukan kepada orang lain, tentang siapa Yesus, dan membawanya kepada Dia.

Membawa saudaranya sendiri Simon Petrus, kepada Tuhan Yesus. “Andreas mula-mula bertemu Simon, saudaranya, dan ia berkata kepadanya, “Kami telah menemukan Mesias, artinya Kristus”. Ia membawanya kepada Yesus, Yoh 1:41”

Membawa orang-orang Yunani -yang menanyakan siapa Yesus- kepada Tuhan Yesus, Mrk 13:3

Membawa seorang anak laki-laki yang mempunyai roti jelai dan ikan kepada Tuhan Yesus, sehingga Ia dapat memberi makan 5000 orang lebih, Yoh 6:8-9

Setelah Pentakosta

Andreas bukan saja pengikut Kristus yang pertama, ia juga pekerja Kristen yang pertama, dialah yang pertama-tama membawa orang lain kepada Tuhan Yesus. Adreaslah yang menyampaikan kepada orang lain mengenai Kristus, dan kemudian membawanya kepada-Nya, band. Yoh 1:42,12:21, 22 . Sejarah -dan juga tradisi- Gereja Mula-mula mencatat bahwa, Andreas memberitakan Injil sampai di Rusia Selatan dan Semenanjung Balkan. Andreas mati dengan cara disalibkan di Akhaya-Patras-Yunani. Andreas juga dihubungkan sengan Kitab Apokrifa: Acta Andreas.

Yakobus, anak Zebedeus

Pengantar

Nama Yakobus, -Iakobos, adalah bentuk Yunani dari kata bhs Ibrani Ya’qov- berarti si pegang tumit, penipu. Kemudian diberi makna baru yaitu, Tuhan melindungi. Yakobus dan adiknya Yohanes, mereka adalah saudara sepupu dari Yesus, Yoh 19:25, orang tua mereka adalah Zebedeus dan Salome, Mat 27:56, Mrk 15:40. Sebelum menjadi murid Tuhan Yesus, Yakobus dan Yohanes serta ayah mereka, bekerja sebagai nelayan, Luk 5:10-11. Ia bersama Yohanes dan juga Simon Petrus menjadi murid paling dekat dengan Tuhan Yesus.

Selama Melayani Bersama Tuhan Yesus

Yakobus termasuk murid Tuhan Yesus yang sangat bersemangat dan ambisius. Bersama Yohanes, mereka berani mengungkapkan pikiran yang cenderung mengkesampingkan dan merendahkan orang lain di sekitarnya -sehingga diberi gelar anak-anak guruh atau Boanerges- hadapan Tuhan Yesus, antara lain:

duduk di sisi Yesus, jika kelak memerintah sebagai raja, Mrk 10:35-45
meminta izin kepada Yesus, agar mereka menyuruh api turun dari langit, Luk 9:51-56
Yakobus -juga Simon Petrus dan Yohanes- menjadi saksi penting dalam pelayanan Tuhan Yesus, al: ketika kebangkitan anak Yairus, Yesus dimuliakan -dan perubahan wajah Yesus- di atas bukit, menjelang kematian Yesus di salib
Walaupun Yakobus -juga Simon Petrus dan Yohanes- termasuk murid yang dekat dengan Tuhan Yesus, ia tetap mempunyai tempramen yang ber “api-api” dan kasar.

Setelah Pentakosta

Raja Herodes Agripa I, pada antara thn 41-44 M, Kis12:2, menangkap Yakobus dan dibunuh dengan pedang -dipancung- sampai mati

Yohanes, anak Zebedeus

Pengantar

Yohanes -Yunani, Ioanes, dari kata Ibrani, Yeho-nah,Yohanan:secara harfiah berarti Burung Merpati- adalah nama yang umum pada masa PB. Yohanes artinya, YHWH memberikan karunia, TUHAN Allah adalah berkat artau Berkat dari TUHAN Allah. Keluarga Zebedeus -berasal dari Galilea- termasuk keluarga yang cukup kaya dan terpandang. Ia memiliki armada kapal dan beberapa asisten yang menolongnya dalam bisnis perikanan, Mrk 1:19-20. Ia anak bungsu dari pasangan Zebedeus dan Salome. Bersama dengan Yakobus -kakaknya- disebut juga atau mendapat gelar Anak-anak Guruh, Mrk 3:17.

Selama Melayani Bersama Tuhan Yesus

Ketika dipanggil Tuhan Yesus, Yohanes -ia menjadi murid Tuhan Yesus yang paling muda- mungkin baru meninggalkan masa remajanya atau berada dalam usia dewasa dini. Ini menunjukkan bahwa ia belum mencapai kedewasaan kepribadian. Hal tersebut tercermin pada sifat-sifatnya, yang menunjukkan bahwa :

sangat pemalu dan segan untuk bicara mengenai diri sendiri
tidak mau menonjokan diri, termasuk tidak pernah menyebut namanya dalam Injil, tetapi memakai kategori orang orang ketiga atau menyembunyikan identitasnya dengan satu ungkapan seperti “Murid Yang Dikasihi Yesus”
mempunyai sifat yang tidak toleran, cepat tersinggung terhadap hal-hal yang ia anggap tidak benar
sangat keras untuk melawan orang-orang yang bertantangan dengan pemahamannya
bersama Yakobus diberi gelar Boarnerges atau anak-anak guruh, mungkin karena mereka orang Galilea yang penuh vitalitas dan bersegera, kurang mengindahkan disiplin dan kadang-kadang salah arah, Luk 9:49

Dengan segala kepribadian -kekurangan dan kelebi-hannya- Yohanes dipanggil Tuhan Yesus untuk menjadi salah satu murid-Nya. Sifat-sifatnya itu, kadang muncul ketika melayani bersama Tuhan Yesus. Hal tersebut nampak dalam beberapa peristiwa, antara lain1: reaksi yang keras -yang datang dari watak yang keras dan gamblang- terhadap penduduk Samaria yang menolak rombongan Yesus melewati desa mereka, Luk 9:54

Yohanes -dan juga Yakobus- mempunyai ambisi karena nalar yang tidak benar tentang citra Kerajaan Allah, yang akan dibangun atau dibentuk oleh Yesus

dengan keakuan yang mengambang, disertai kesediaan untuk menderita tanpa pamrih, mencolok -atas dorongan ibu mereka, Mat20:20- dalam permintaan yang diajukan kepada Tuhan Yesus, supaya dirinya -bersama Yakobus- diizinkan menduduki tempat yang khas dan terhormat, bila kelak Yesus duduk di takhta Kerajaan-Nya, Mrk 10:27

Yohanes -juga Simon Petrus dan Yakobus- menjadi saksi penting dalam pelayanan Tuhan Yesus, al ketika kebangkitan anak Yairus, Mrk 5:37; Yesus dimuliakan -dan perubahan wajah Yesus- di atas bukit, Mrk 9:2; peristiwa Getsemani menjelang kematian Yesus di salib, Mrk 14:33; dan juga mempersiapkan Perjamuan Paskah Terakhir, Luk 22:8

Setelah Pentakosta

Setelah pulang dari pembuangan di pulau Patmos, Yohanes melayani dan memimpin jemaat -sampai masa tua dan meninggal- di Efesus. Tradisi mengata-kan bahwa ia mati dibunuh pada masa pemerintahan kaisar Traianus, pada awal abad II Masehi. Tuhan Yesus merubah Yohanes menjadi Rasul Kasih. Ia menunjukkan manifestasi kasih Tuhan Yesus dengan tepat. Ia mengenal kasih Yesus dengan sesungguhnya. Dalam semua tulisan atau surat-suratnya -Injil Yohanes, 1, 2, 3 Yohanes, Wahyu- Yohanes memakai ungkapan Kasih sebanyak 80 kali. Yohanes menunjukkan pengalaman Kasih Tuhan Yesus tersebut melalui karya-karyanya seperti termuat dalam Alkitab:

Tuhan Allah adalah Kasih, Yoh 15:10

Tuhan Allah mengasihi Anak-Nya, Yoh 10:17, 17:23-26

Tuhan Allah mengasihi murid-murid Yesus, Yoh 16:27, 17:23

Tuhan Allah mengasihi manusia, Yoh 3:16

Tuhan Allah dikasihi oleh Yesus, Yoh 14:31

Tuhan Allah mengasihi setiap pribadi secara

khusus, Yoh 11:5, 36, 13:23

Kasih Tuhan Allah bersifat umum, Yoh 13:1-34, 14:21, 15:9-10

Yesus mengharapkan manusia untuk mengasihi-Nya dan Bapa-Nya, Yoh 8:42, 14:23

Yesus mengharapkan semua manusia saling mengasihi, Yoh 13:34-35, 15:12-13

Filipus

Pengantar

Filipus -bhs Yunani, Philippos artinya, sahabat kuda- mungkin masih keturunan Yunani, atau mempunyai hubungan erat dengan Yunani. Walaupun mempunyai namaYunani, tetapi tidak mempunyai kecerdasan Yunani.Yudea. Filipus adalah murid yang sederhana, lambat untuk mengambil keputusan, enggan bertindak dengan inisiatif sendiri, serta mempunyai pemahaman yang dangkal tentang Firman Tuhan. Ia teliti dan hampir seperti robot. Apa yang ia terima keluar apa adanya.Pikirannya kurang cepat bereaksi terhadap sesuatu yang diperhadapkan kepadanya. Filipus lemah dalam imajinasi spiritual, intuitif, serta pemahaman dalam menanggung konsekuensi mengikuti Kristus Filipus lahir di Betsaida, Yoh 1:44, -berasal dari kota yang sama dengan Petrus dan Andreas- sebuah kota kecil di

Selama Melayani Bersama Yesus

Tuhan Yesus pernah mentest Filipus dalam Yoh 6:5, Ia bertanya kepada Filipus, “Dimanakah kita akan mem-beli roti, supaya orang banyak ini dapat makan?. Tuhan Yesus lakukan hal tersebut untuk mengetahui imannya, dan membuktikan pemahamannya mengenai DiriNya selama ia mengikutiNya. Filipus ternyata gagal dalam “ujian” ini, karena ia memakai perhitungan dalam iman, Yoh 6:7. Ia terlalu berhati-hati dengan sikapnya yang praktis, menjadi bimbang, karena terlalu banyak perhitungan.Pada akhirnya, Filipus menjadi bagian dari rencana Tuhan Yesus mengadakan mujizat memberi makan 5000 orang, agar ia mengerti sisi Ilahi dari misi Kristus. Filipus juga ternyata seorang “pemandu” yang tidak dapat memimpin. Hal itu nyata ketika ia gagal memperkenalkan orang-orang Yunani kepada Yesus, Yoh12:20-22, karena mungkin ia kuatir Yesus menolak orang-orang tersebut. Karena itu, ia melimpahkan kepada Andreas. Padahal, mungkin saja orang-orang Yunani tersebut datang kepadanya karena Filipus mempunyai hubungan keyunaniannya berdasarkan namanya. Yoh14:7-12, menunjukkan bahwa Filipus telah sekian lama mengikuti Kristus tetapi tidak mengenal Kristus dengan sebenarnya

Setelah Pentakosta

Sesudah kenaikkan Tuhan Yesus ke surga dan setelah Filipus menerima karunia Roh Kudus, Filipus melakukan pelayanan pemberitaan Injil di Asia Kecil, sekarang wilayah Turki. Dalam pelayanannya tersebut, ia mati shahid.

Natanael/Bartolomeus

Pengantar

Nama Natanael, berarti “pemberian Allah”, nama lainnya adalah, Bartolomeus artinya “anak Tolmai” atau putra dari Tolmai, Mat 10:3; Yoh 1:45. Natanael/ Bartolomeus berasal dari Kana di Galilea, Yoh 21:2. Filipus yang membawa atau memperkenalkan Natanael/Bartolomeus kepada Tuhan Yesus.

Selama Melayani Bersama Tuhan Yesus

Dari semua murid Tuhan Yesus, Natanael adalah satu-satunya yang ragu untuk mengikuti Yesus. Ia tidak yakin pada ajakan Filipus untuk mengikuti Tuhan Yesus. Natanael/Bartolomeus terkena pengaruh prasangka. Itulah yang menjadikan ia ragu-ragu. Ketika Filipus berkata kepadanmya, “Kami telah menemukan Dia yang disebut oleh Musa dalam Kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazareth”, Yoh 1:45. Natanael menjawab dengan kritis, “Mungkinkah sesuatu yang baik dari Nazareth?”2

Namun hal yang baik pada Natanael, adalah ia tidak membiarkan rasa sangsinya menghalangi untuk mendengarkan bukti yang dikemukakan Filipus, bahwa ia bertemu Mesias. Dalam menanggapi jawaban singkat Filipus, Natanael pergi bersamanya menemui Yesus. Ketika melihat Natanael datang, Yesus berseru, “Lihat inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya”. Tuhan Yesus menemukan dalam diri Natanael suatu dasar yang kokoh untuk membangun hidup dan kehidupan spiritual serta iman. Natanael bererpandangan terbuka, jujur dan tanpa kepalsuan, merasa heran bahwa Yesus berani menyatakan pendapat tentang sifatnya, padahal mereka belum pernah bertemu, sehingga ia berkata, “Bagaimana Engkau mengenal aku?” Dalam batasan itu Natanael mempunyai pengenalan dan pengakuan terhadap Yesus sebagai “Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel”

Setelah Pentakosta

Menurut tradisi sejarah Gereja, Natanael melayani atau melayani di Mesopotamia, Likoania, dan Armenia. Dalam pelayanannya itu, ia mati sahid dengan dikuliti hidup-hidup.

Tomas

Pengantar

Tomas, artinya kembar, merupakan bentuk Yunani, Thoma, dari kata bahasa Aram/Ibrani To’am. Warga Gereja Mula-mula yang berbicara dalam bahasa Yunani, menyapa dengan sebutan Didymos, atau Didimus.

Selama Melayani Bersama Tuhan Yesus

Injil Matius, Markus, Lukas hanya mencantumkan nama Tomas secara sepintas, atau sekedar menulis -dan tanpa komentar yang banyak- sebagai satu dari antara dua belas murid Tuhan Yesus, lihat Mat 10:2-4; Mrk 3:16-19; Luk 6:14-16; Kisah 1:13. Injil Yohanes memberikan catatan tentang “peranan” Tomas ketika bersama dengan Tuhan Yesus, yaitu;

ketika Tuhan Yesus akan berangkat ke Yudea un-tuk membangkitkan Lazarus. Pada saat itu para murid mengingatkan Tuhan Yesus bahwa di tempat itu Ia nyaris dibunuh orang. Namun Yesus tetap menuju Yudea. Kemudian Tomas berkata kepada murid-murid yang lain, “Marilah kita pergi juga untuk mati bersama-sama dengan Dia”, Yoh 11:16

ia mengaku tidak memahami ke mana Tuhan Yesus hendak pergi, ketika Ia mempersiapkan murid-muid perihal kepergian-Nya yang akan datang, Yoh 14:5

ia di sebut juga Tomas yang tidak percaya, karena ketidakpercayaannya bahwa Tuhan Yesus sudah bangkit. Ia tidak ada ketika Tuhan Yesus menampak-kan kepada murid-murid, Yoh 20:24; ia membutuhkan bukti riil yang dapat diraba mengenai kebangkitan itu. Seminggu kemudian Tuhan Yesus menampakkan diri lagi kepada murid-murid termasuk Tomas untuk menyaksikan kenyataan -bukti-bukti riil tentang kebangkitan- tubuh-Nya. Pada saat inilah Tomas mengakui Yesus sebagai, Tuhan-ku dan Allah-ku, Yoh 20:28.

Setelah Pentakosta

Perjumpaan dengan Yesus yang bangkit merubah dirinya. Perjumpaan tersebut menjadikan menghasilkan iman yang melenyapkan keragu-raguan dalam dirinya, membangkitkan semangat hidupnya serta tekad kuat berkarya bagi kemuliaan dan Kerajaan Allah. Hal itu nampak dari catatan Sejarah Gerejah oleh Eusebius pada abad ke IV:

menjadi perintis Pekabaran Injil di Kerajan Partia

pertama kali membawa berita Injil ke India -khusus-nya di Malabar dan Tranvancore-India Selatan- sehingga lahir Gereja Mar Thoma, yang berkembang hingga sekarang, dan menghasilkan Pemberita Injil yang membawa Injil ke Indonesia pada abad V di Barus, pantai barat Sumatera Utara

Matius

Pengantar

Matius adalah orang Galilea yang lahir di Kapernaum dengan nama Lewi, artinya bersama-sama. Ayahnya bernama Alfeus, dan ibunya adalah Maria, yang bukan ibu Yesus. Keluarganya adalah pemeluk Yudaisme -agama Yahudi- yang taat dan fanatik. Dan merupakan orang-orang yang sangat nasionalis yang mempunyai pengabdian yang tinggi kepada Tuhan, serta mencintai keberadaan mereka sebagai orang Yahudi sejati. Walaupun mengecewakan orang tuanya, Matius bekerja sebagai pemungut cukai -bahkan menjadi kepala kantor pajak atau bea cukai- yang bekerja untuk pemerintah Romawi. Bekerja sebagai pemungut cukai sangat tidak sukai oleh orang Yahudi, sehingga disamakan dengan orang-orang berdosa.

Selama Melayani Bersama Yesus

Ketika Tuhan Yesus di Kapernaum dan dalam perjalanan menuju pantai, Ia melihat Lewi/Matius sedang berada di rumah -pos pemeriksaan bea atau pajak- cukai. Yesus berkat kepadanya, “Ikutlah Aku!”, Luk 5:27,28. Seketika itu juga, Matius meninggalkan pekerjaannya dan dosa penipuannya.

Setelah mengenal Tuhan Yesus, ia berganti nama menjadi Matius, -bentuk Yunani dari bhs Ibrani, Mattai, artinya karunia Tuhan- Allah-

Setelah Pentakosta

Matius melakukan pekerjaan pelayanan dan pekaba-ran Injil di Etiophia, Afrika. Matius menulis Injil yang khusus ditujukan kepada orang-orang Yahudi. Sebagai mantan kepala kantor pajak, Matius mempunyai kemampaun -terbiasa- dengan pekerjaan dan laporan yang mendetail dan sistimatis. Kemampuan tersebut ia gunakan dalam menulis ulang semua informasi tentang tentang Tuhan Yesus. Hasil karya tersebut, yang dikenal dalam Injil Matius. Roh Kudus memakai Matius sehingga ia mampu menulis kembali -hampir- semua catatan penting tentang Yesus -Kelahiran-Jumat Agung-Paskah-Pesan Terakhir sebelum Ia naik ke Surga, yang kemudian di kenal sebagai Amanat Agung Tuhan Yesus Kristus- ada dalam Injil Matius.

Yakobus, anak Alfeus

Pengantar

Yakobus, -untuk membedakan dengan Yakobus Anak Zebedeus, saudara Yohanes- ia disebut sebagai Yakobus Anak Alfeus. Yakobus dan Matius merupakan anak dari Alfeus dan bernama Maria, Mrk 15:40. Ia dikenal sebagai Yakobus -saja- serta murid yang biasa-bisasa saja. Dalam Injil Markus, ia disebut Yakobus Muda atau Yakobus Kecil. Hal itu disebabkan karena postur tubuhnya kecil, atau usianya yang lebih muda dari Yakobus Anak Zebedeus, saudara Yohanes. Sebelum menjadi murid Tuhan Yesus, Yakobus Anak Alfeus bekerja sebagai seorang pemungut cukai, yang bertugas sebagai kolektor pajak, tanpa paksaan kepada rakyat maupun para pedagang.

Selama Melayani Bersama Tuhan Yesus

Tidak ada penjelasan yang akurat yang menunjukkan alasan Tuhan Yesus memilih Yakobus Anak Alfeus sebagai salah satu murid-Nya. Yakobus Anak Alfeus adalah orang tidak pernah menonjolkan diri. Dari semua murid-murid, Yakobus Anak Alfeus, yang tidak tidak pernah menggelisahkan Tuhan Yesus. Ia tidak pernah kembali pada kebiasaan buruknya, ragu-ragu atau mempunyai kesalah pengertian. Alasan-alasan Tuhan Yesus memilih Yakobus Anak Alfeus karena sebagai murid, mungkin karena:

ia sangat sederhana, tidak kuatir tentang apapun juga

tidak menonjolkan identitas pribadinya

mengutamakan karya Tuhan Allah di didunia

ia bekerja dengan penuh pengabdian, kemanapun ia diutus ia melaksanakan tugasnya dengan baik

mempertahankan iman tanpa mengharapkan penghormatan dari siapapun juga

Setelah Pentaksosta

Nama Yakobus Anak Alfeus tertulis dalam sejarah pemberitaan Injil dan perkembangan Gereja Tuhan. Tetapi, tidak mencatat bagaimana ia melaksanakan tugas pelayanan tersebut. Yakobus Anak Alfeus menginjil sampai di Spanyol, Inggris dan Irlandia dan kemudian kembali ke Yeruslem. Akhir pelayanannya di Persia, dan mati terbunuh di tempat tersebut

Thadeus

Pengantar

Thadeus adalah murid Tuhan Yesus yang memiliki tiga nama sekaligus, yaitu Thadeus, Lebbaeus, dan nama aslinya yaitu Yudas. Yudas atau Yudah -yang berbeda dengan Yudas Iskariot- berarti Yehovah memimpin atau ia akan diakui.

Thadeus, Mark 3:18, adalah nama keluarganya. Lebbaeus, dari bhs Ibrani -Leb/Lev artinya hati, menggambarkan kehangatan dan karakter yang sungguh-sungguh; dalam bhs Yunani berarti hati anak-anak, orang yang berani. Ayahnya bernama Yakobus, orang yang berbeda dengan Yakobus Anak Zebedeus dan Yakobus Anak Alfeus.

Selama Melayani Bersama Tuhan Yesus

Thadeus dikenal melui pertanyaan yang ia ajukan kepada Tuhan Yesus pada waktu Perjamuan Malam Terakhir, Yoh 14:18, 19:21. Alkitab tidak banyak memberi penjelasan mengenai Thadeus. Ia kurang menonjol di antara murid-murid, tetapi bukan berarti ia tidak atau kurang beriman. Tujuan pembicaraan Tuhan Yesus adalah murid-murid-Nya. Yesus berkat, bahwa Ia akan kembali untuk menyatakan Diri-Nya kepada mereka. Thadeus menjadi bingung, bagaimana Tuhan Yesus menyatakan Diri-Nya kepada mereka tanpa dilihat oleh orang lain. Sekalipun Ia dapat melakukannya, mengapa hanya memperlihatkan Diri-Nya kepada murid-murid saja, dan bukan kepada dunia. Sekalipun semua murid-murid bertanya-tanya, hanya Thadeus lah yang berani untuk bertanya atau bersuara. Ketika menjawab pertanyaan Thadeus, Tuhan Yesus tidak menjelaskan keberadaan-Nya secara nyata dan menyeluruh. Hal itu terjadi karena ia ingin mendapat penegertian dari dalam hati. Oleh sebab itu, jawaban Yesus menunjukkan, Yoh 14:23, bahwa pengabdian kepada Tuan hanya nyata melalui kasih. Thadeus memperlihatkan pengabdian dan ketekunan serta mencurakan hidup dan kehidup hanya untuk Tuhan Yesus. Thadeus yang memulai memanggil Yesus dengan nama TUHAN, Yoh 14:22.

Setelah Pentakosta

Thadeus, melakukan pelayanan pekabaran Injil si Syria, tepatnya di Edesa, di kemudaian hari, setelah kejatuhan Yerusalem, Edesa menjadi pusat Kekristenan dan Perkembangan Gereja Mula-mula. Thadeus dan sebagian murid-muridnya di tangkap di Schavarschar-Syria, dan dihukum mati.

Simon Orang Zelot

Pengantar

Alkitab tidak memberikan banyak keterangan atau Pengantar dari murid Tuhan Yesus ini. Untuk membe-dakan Simon ini dengan Simon Petrus, maka ia disebut Simon Orang Zelot, atau Simon Orang Kanaani. Zelot adalah suku atau kelompok pembrontak terhadap pemerintahan Romawi. Kanaani, berasal dari kata Kana yang berarti orang yang sangat rajin, giat dan sangat sangat bersemangat. Simon Orang Zelot adalah seorang pengikut -dan juga ditempa dan dididik - Yudas dari Gamala di Galilea. Yudas adalah -mungkin salah satu dari keturunan Makabeus- pemimpin pemberontak Yahudi melawan pemerintah Romawi. Kelompok ini adalah pengikut “Theokrasi” yang murni, religius dan fanatik. Gerakan ini disebut Zelot, band. Kis 5:37. Kelompok ini mendidik para anggotanya untuk berani mati demi kemandirian dan kemajuan bangsa dan agama Yahudi. Dan sangat merendahkan orang Romawi yang menjajah mereka.

Selama Melayani Bersama Tuhan Yesus

Ada kemungkinan Simon Orang Zelot menjadi murid Tuhan Yesus dengan harapan, Ia menjadi pemimpin rovolusioner, yang mampu membebaskan Palestina secara revolusi. Tidak ada kegiatan yang begitu menonjol - selama menjadi murid Tuhan Yesus. Simon Orang Zelot meninggalkan organisasi politik kedudukan politik

Setelah Pentakosta,

Simon Orang Zelot menjadi penginjil di Mesir-Afrika, kemudian di Inggris, kemudian kembali ke Mesir. Setelah penginjilan di Mesir, Simon Orang Zelot bergabung dengan Tadeus di Syria dan Persia. Simon Orang Zelot dan Tadeus, mereka berdua disiksa, dira-jam batu, digergaji dan kemudian dibunuh dengan pedang di Persia.

Yudas Iskariot

Pengantar

Yudas -bentuk kata Yunani, yang diadaptasikan dari bahasa Ibrani, anak dari Simon Iskariot, Yoh 6:71, 13:26- artinya. Kariot, sebuah kota kecil, di Yudea. Iskariot, artinya berasal dari. Jadi Yudas Iskariot adalah Yudas yang berasal dari Kariot. Dalam daftar para murid, Yudas selalu disebutkan atau dicantumkan paling akhir, karena ia mengkhianati Yesus, Mat 10:4. Yudas mati bunuh diri, setelah ia melihat penderitaan yang dialami Yesus akibat pengkhianatannya.

Selama Melayani Bersama Tuhan Yesus

Setelah menjadi murid Tuhan Yesus, Yudas bertugas sebagai pemegang kas keuangan, Yoh 12:6, 13:29 Yudas sebenarnya bukanlah seorang pengkhianat, dalam arti bahwa ia berusaha melaksanakan kematian Yesus. Ia sama dengan murid-murid yang lain, mereka menanti nanti didirikannya Kerajaan Messias oleh Tuhan Yesus. Ia semakin tidak sabar, ketika Tuhan Yesus dari hari ke hari menunda pendirian Kerajaan Mesias.

-------------------

K E S I M P U L A N

Di dalam Kristus tidak ada klasifikasi tipe orang. Setiap orang mempunyai karakter khusus untuk bekerja bagi Kristus. Jika dalam sebuah kelompok di mana orang-orangnya mempunyai karakter yang saling bertolak belakang, tetapi bagi dan di dalam Kristus, tidak ada yang tidak mungkin didamaikan. TUHAN Allah mencintai keragamaan (1 Kor 4:6-13).

Dengan keragaman itu, hidup lebih bervariasi dan dinamis. Setiap orang percaya, mempunyai kewajiban untuk melayani Tuhan Yesus dengan melakukan yang terbaik bagi-Nya. Yaitu dengan tidak mengucilkan orang lain, dan menerima orang lain dengan penuh sukacita. Kalau seseorang yang sudah menjadi milik Kristus, ini berarti hidup dengan pengabdian, kasih dan semangat untuk bersaksi tentang Injil.

Rabu, 18 September 2013

"Ransel GMIM"


(sebuah potret perenungan,dalam ziarah pelayanan)
Oleh: Pdt.Lucky Rumopa STh

Tas ransel hampir disukai oleh semua kalangan dan umur. Selain karena modelnya yang beragam, kegunaannya termasuk multi fungsi. Apalagi dewasa ini ransel tidak lagi milik khusus kaum pria saja. Wanita pun mulai menggandrunginya. Belum lagi anak-anak sekolah yang paling suka memakai tas ransel. Karena semua buku-buku pelajaran ditambah alat tulis, atau laptop sekalipun bisa muat di dalamnya. Sayangnya ada penelitian yang justru menganggap tas ransel menyebabkan gangguan nyeri. Tetapi ada penelitian lagi yang mengatakan tas ransel baik untuk pertumbuhan tulang leher dan tulang belakang agar tubuh dapat lebih tegap. Hal ini tentu saja kembali pada bagaimana pemakaian yang tepat untuk tas ransel tersebut. Artinya tas ransel harus digunakan pada kedua bahu secara seimbang. Tetapi perhatikan juga lama pemakaian, jangan terus sepanjang hari ransel dipakai terus menerus. Tentu saja pasti nyeri. Oleh karenanya pemilihan dan pemakaian tas ransel harus sesuai baik untuk penggunaan dan sesuai juga dengan umur. Jadi, memilih tas untuk anak tidak sesederhana yang dikira. Pemilihannya harus cermat dan memerhatikan berbagai aspek, baik kenyamanan, kekuatan, keamanan, dan yang tak kalah penting, kesehatan.

Ransel juga dapat dikatakan “wadah” atau “pinggan” mengisi berbagai bekal dalam perjalanan “ziarah” hidup kita, Sebesar kebutuhan kita dalam perjalanan disesuaikan dengan ransel yang harus kita miliki. GMIM merupakan wadah organisasi gereja terbesar ke dua di Indonesia yang di perkirakan memiliki umat 815.678 ribu jiwa dari Total penduduk Sulawesi Utara sekitar 2,48 jt jiwa. Itu berarti sumbangsih GMIM dalam kontribusi pajak di daerah tergolong tinggi dan memainkan peranan penting dalam berbagai aspek pembangunan. GMIM dengan sistim organisasi “Sinodal” yang memiliki 103 pusat wilayah yang menyebar di Minahasa. Sejak berdiri pada tanggal 30 september 1934, menyatakan diri sebagai Gereja local yang hanya ada di tanah Minahasa, walaupun dengan memiliki kharakteristik yang esa, kudus, am dan rasuli, peranan GMIM bisa berimplementasi keluar dan bersifat “infklusif”. Dengan memiliki tenaga pendeta tetap 1.508 yang melayani di 886 jemaat yang tersebar di kabupaten kota, tentu memerlukan “ransel’ GMIM yang kuat dan tidak keropos dan mudah bocor! Bekal “wadah” GMIM yang dikemas sepanjang perjalanan melalui tata gereja yang telah mengalami beberapa kali revisi dari tahun ke tahun cukup membuktikan “ransel” GMIM memiliki kewibawaan “kelayakan”. Realitas yang pragmatis bila ransel-gmim sekedar pajangan dengan aksesorisnya dan menjadi symbol symbol teologis dan yang telah membawa kita pada segudang pertanyaan dari persoalan antara lain problematik UKIT yang dilematis, dan di tambah dengan intens kepemilikan yayasan di berbagai aras mengalami distorsi? Dan dapatkah kita menyebut ‘ransel” kita sedang digigit atau justru member diri digigit oleh kekuatan yang secara pragmatis dan sistimatis,yang pada akhirnya menghadirkan tikus tikus kecil mengerogoti peluang dan tantangan gereja dan kewibawaannya. Bekal demi bekal di dalam “ransel” kita telah letakan dengan berbagai pendekatan untuk memenuhi perjalanan kita (GMIM). Sebut saja laporan umum BPMS dalam SMST ke 25 ratatotok menyimpan bekal “usang’ dari persoalan intern yang secara institusi belum tersentuh. Ransel kita semakin padat oleh “jamur jamur” baru di bidang pengembangan sumber daya, dengan mematok investasi kas sinode ; 2 milliar untuk menghadirkan BPR yang akan direalisasikan pada semester I tahun 2013 tinggal kenangan sebuah aksesoris ransel saja! Ditambah dengan segudang pengembangan aset yang mengalami stagnan. Walau sering terasa nyeri dalam menanggung konsekwensi tetapi ransel-gmim memiliki daya tarik sendiri, maklum ini bukan sekedar “ransel” tetapi sebuah wadah yang turut memainkan peran penting dalam fenomena public yang memiliki dimensi ekonomi“politik” dalam konteks masyarakat.
Ransel tetap “ransel’ tapi isinya bisa berubah, maka ketika bekal di tahun 2007 harus diimplementasikan dengan berbagai tuntutan, maka sidang majelis sinode ke 75 tahun 2010 melihat ada hal hal krusial yang mesti di tinjau kembali. Legitimasi amanat SMTS di teling manado dan langoan memutuskan agar “adendum” Tata gereja tahun 2007 harus dilakukan sebagai bentuk penyulaman “ransel” yang lebih baik di pandang..Dalam pengertian istilah adendum adalah perubahan pasal pasal yang kurang jelas pada keputusan 2007, oleh sebab itu perubahan yang berlaku pada peristiwa siding istimewa Amurang harus di posisikan pada Peraturan TTG 2007. Sebab isi bisa diganti tetapi “ransel” kita adalah pergumulan bertahun yang di legalkan dalam Sidang resmi TTG 2007, isi bisa rusak dimakan cacing, tetapi ransel kita harus utuh inilah perjuangan “laskar kristen’

Istilah addendum merupakan istilah hukum yang lazim disebut dalam suatu pembuatan perjanjian. Dilihat dari arti katanya, addendum adalah lampiran, suplemen, tambahan. (John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, hal.11)..Pengertian Addendum adalah istilah dalam kontrak atau surat perjanjian yang berarti tambahan klausula atau pasal yang secara fisik terpisah dari perjanjian pokoknya namun secara hukum melekat pada perjanjian pokok itu

Biasanya klausula yang mengatur tentang addendum dicantumkan pada bagian akhir dari suatu perjanjian pokok. Namun apabila hal tersebut tidak dicantumkan dalam perjanjian, addendum tetap dapat dilakukan sepanjang ada kesepakatan diantara para pihak, dengan tetap memperhatikan ketentuan pasal 1320 KUH Perdata. dengan demikian Adendum bukan peraturan "baru" tetapi mengikat pada pokok perjanjian,(TTG 2007) berdasarkan Pasal 1320 KUHP Perdata : “ransel” kita harus berhati hati menampung bekal “illegal” hal ini akan dan membuat wadah GMIM yang “kekar” tetapi memiliki tulang belakang keropos dan mudah patah, mengingat lembaga gereja juga dilindungi UU maka setidaknya apa yang kaisar punya kita berikan bagi kaisar dan apa yang menjadi bagian dari gereja di lakukan secara “konsekwen”. Wadah kita bukan sekedar isinya kuat tetapi bagaimana “ransel-gmim” kita ini bisa kuat menghadapi berbagai ancaman? Proyeksi dan prediksi kedepan,dapat membuat ransel kita bisa terkoyak koyak, sebab substansi “addendum” memberi alternative fungsi dalam pertumbuhan umat yang dapat mengembara dengan tuntutan yang ada, agar “wadah” kita berjalan tegak sesuai amanat agung Yesus kristus sebagai kepala gereja yang menghadirkan kata ‘syalom” tetap relevan dalam berbagai situasi dan kondisi yakni sebuah wadah (gereja) yang mandiri dalam persekutuan, kesaksian,dan melayani.
Pemakaian tas ransel tidak akan seimbang bila kita sendiri yang salah meletakan posisi dan kedudukannya, apapun itu akan memberi konsekwensi, tetapi inilah GMIM wadah yang menampung bekal yang besar memerlukan keterbukaan dan kesediaan menerima mengingat GMIM selain sebuah wadah spiritual dia juga adalah organisasi yang memiliki asset dan pemberdayanya, baik dibidang pendidikan,kesehatan dan usaha usaha provit lainnya. Dengan memiliki 967 pusat pendidikan (Tk,SD,SMP,SMA) dengan infrastruktur terbatas dan memprihatinkan setidaknya memberi warning bahwa betapa penting sebuah “ransel” itu yang disukai oleh banyak kalangan dengan harapan harapan baru untuk menghadirkan “produk” baru untuk mempersiapkan tiang tiang gereja masa depan yang berkwalitas dan memiliki daya saing di era kompetisi global. Ransel adalah tetap sebagai “ransel” (wadah) yang menampung semua beban dalam perjalanan kita. Pesta iman Sidang sinode tahun 2014 bulan maret memiliki moment untuk introspeksi dan restrospeksi dari perjalanan kita untuk menentukan langkah baru yang lebih baik, agar tidak terkoyak lagi dan mengalami tambal-sulam “ransel” kita. Rentan waktu perjalanan yang mendekati tahun ke 100 bersinode, GMIM setidaknya memiliki kecepatan meng-akses berbagai potensi “downstream dan upstream” kemampuan monitoring yang bukan sekedar penjabaran “renstra” melainkan kemampuan jaringan yang focus dan transparan. Ransel kita mengalami distorsi oleh karena kita terjebak dengan perilaku lama yakni masih menggunakan modem “konvensional” yang bekerja pada frekuensi kurang dari 4 kH padahal di era millennium ke 3 kita sudah mengantisipasi dengan Asymetric Digital Subcriber Line (ADSL) yakni sistim “akses” berkecepatan tinggi. Yakni selain memiliki daya proaktif, tetapi ransel kita juga harus diperlengkapi dengan sistim jaringan yang baik. Gaya konvensional dan konservatif turut memberi hasil stagnan dan tidak berkembang. Acuan laporan BPPS GMIM , dengan meninggalkan sisa peringatan di tahun 2012 dimana “ransel” kita masih terdapat pengelolaan keuangan yang secara parsial dan tidak terpusat. Belum adanya “tupoksi” turut memberi rentan polemik kita, modem konvensional turut dipengaruhi para perangkat “lunak” sebab selain sistim juga “humah eror” menjadi bagian ransel kita sering terseok seok. Ransel harus digunakan pada kedua bahu agar terjadi keseimbangan. Agenda pemilihan di semua aras GMIM telah memiliki produk “bekal” tinggal tergantung kita membawa “ransel” kita terasa nyaman di pundak kita.

(tulisan ini dipersembahkan untuk persiapan SMTS Bitung 2013. Penulis adalah ketua BPMJ Baitel batusaiki Wilayah manado Utara IV).