Sabtu, 24 Agustus 2013

SAKRAMEN

SAKRAMEN 
Sakramen adalah upacara atau ritus dalam agama Kristen (Katolik dan Protestan) yang menjadi mediasi, dalam arti menjadi simbol yang terlihat atau manifestasi dari Rahmat Tuhan yang tak tampak. Gereja dan denominasi-denominasi Kristen mempunyai pendapat yang berbeda mengenai jumlah dan pelaksanaan sakramen tersebut, namun mereka umumnya yakin bahwa kegiatan ini dimulai oleh Yesus. Sebuah sakramen biasanya dilakukan oleh seorang pastor atau pendeta kepada sang penerima, dan umumnya dipercayai melibatkan hal-hal yang tampak maupun yang tak tampak. Komponen yang tak tampak diyakini adalah rahmat Tuhan yang sedang bekerja di dalam para peserta sakramen, sementara komponen yang tampak melibatkan penggunaan air, anggur atau atau roti atau minyak yang sudah diberkati. Etimologi Istilah sakramen berasal dari bahasa Latin sacramentum, yang berarti "suatu kegiatan suci". 
Arti Sakramen Sakramen berasal dari bahasa Latin 1 Sakramentum, artinya "membuat suci, penggunaan suci, mempersembahkan kepada dewa-dewa"; 2 Musterion, "ketetapan-ketetapan yang diberikan tekanan atau perhatian khusus" (dalam Vulgata, berarti, ketetapan yang Yesus berikan tekanan khusus); Kedua kata tersebut dalam budaya Helenis, dipakai sebagai : 
1.Uang muka yang dibayar dua belah pihak yang mengadakan perkara di pengadilan; sacrementuentum, merupakan jaminan bahwa pihak yang kalah sudah membayar kepada pengadilan semua ongkos perkara. Uang tersebut tidak akan dikembalikan; 
2.Sumpah tentara kepada panglima. Seorang prajurit tetap setia kepada panglimanya, bahkan sampai mati demi bangsa dan negaranya. Arti Sakramen Dalam Gereja Gereja mula-mula, memberikan makna dan isi baru tentang sakramen (di dalamnya menyangkut sakramen dan mysterion), sehingga maknanya adalah: 
a. Suatu kesepakatan antara manusia dengan Tuhan Allah. Sehingga dengan menerima Sakramen, seseorang berjanji untuk hidup setia kepada Yesus Kristus. 
b.Sebagai sumpah kesetiaan orang-orang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Menurut Agustinus, salah seorang dari "bapa-bapa gereja", sakramen berarti : 
1.Tanda-tanda yang kelihatan dari yang tidak kelihatan dari suatu hal suci; atau wujud yang kelihatan dari rahmat yang tidak kelihatan; Firman yang kelihatan. 
2.Tanda dan materei yang kelihatan dan suci yang ditentukan oleh Tuhan Allah, menjelaskan bahwa segala sesuatu yang dijanjikan-Nya supaya iman kita dikuatkan, 
3.Ditetapkan Tuhan Allah untuk menguatkan persekutuan sesama anak-anak Allah. Sakramen memberikan anugerah dan mengu-dusan seseorang. Cara untuk mempersatukan seseorang [manusia] dengan Kristus, dan mempertahankan persatuan itu. 

Gereja Katolik: 
1.Pembaptisan (Permandian) 
2.Peneguhan (Krisma) 
3.Rekonsiliasi (Sakramen Tobat, Pengakuan Dosa) 
4.Ekaristi (Komuni Suci) 
5.Pernikahan (Perkawinan) 
6.Pengurapan Orang Sakit (Sakramen Minyak Suci) 
7.Imamat (Pentahbisan) 

Gereja Protestan: 
1. Baptisan Kudus, Mat. 28:18-20 
2. Perjamuan Kudus, Mat. 26:26-29, I Kor 11:23-32 [1 Yoh 5:7,8; Yoh3:5; 6:54,55]. 

Sakramen Lain Basuh Kaki, Yoh 13:8 (dilakukan oleh gereja non denominasi Gereja Yesus Sejati ) 

Menurut Calvin, Sakramen “sebagai materei atau segel. Dengan Sakremen, Tuhan Allah menguatkan dan mensahkan perjanjian yang telah Ia buat dengan manusia melalui pengorbanan Kristus di Golgota”. Sakramen sebagai alat karunia yang menyatakan kasih Allah, untuk memperteguh iman seseorang pada Firman, sehingga tidak terombang-ambing dalam kelemahan dan pencobaan. 

BAPTISAN

Baptisan Arti Baptisan,; (Yunani), Baptizo, dimandikan, dibersihkan, atau diselamkan; Roma 6 : 1- 14, mati dan bangkit di dalam Kristus; Melambangkan bahwa manusia mati terhadap dosa bersama dengan Kristus, dan dibangkitkan untuk suatu hidup baru. Karena manusia dilahirkan kembali oleh air dan Roh Kudus, Yoh 3:5. Dan hidup baru tersebut menunjukkan kita dibersihkan dari dosa. Mengapa orang percaya harus dibaptiskan :perintah Tuhan Yesus, Mat. 28 : 19 “pergi dan jadikan semua bangsa murid Tuhan, baptis dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus, mengajar Firman Allah untuk menjadi murid Tuhan ; untuk masuk dalam keluarga umat kudus kepunyaan Allah, I Pet. 2 : 9 -10; menerima warisan janji Tuhan Allah kepada Bapa Orang Beriman, Kisah 2:39. Melalui baptisan ini orang yang telah percaya bersaksi kepada orang lain bahwa dirinya sudah percaya pada Tuhan Yesus Kristus. Cara Baptisan : Diselamkan- sesuai dengan arti kata "baptizzo" yaitu selam, dalam nama Yesus Kristus (Kisah Para Rasul 2:38) : Dilakukan kepada laki-laki dan perempuan, Galatia 3:28; percaya kepada Yesus; Kolose 2:11-15; tidak ada tanda yang permanen pada tubuh: menekankan bahwa matrei kekristenan ialah kehadiran Roh Kudus dalam diri kita -batin kita dibersihkan- sehingga kita tidak lagi dikuasai oleh dosa. Seorang dewasa -yang tadinya bukan Kristen- yang dibaptisan [baptisan dewasa] berdasarkan pengakuan imanya serta penyerahan diri secara pribadi kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya, dan juga ia harus meninggalkan imannya yang lama agar memperoleh iman yang baru, dalam arti menjadi serta masuk ke dalam persekutuan dengan Tuhan Allah yang menyatakan DiriNya dalam Yesus Kristus 

PERJAMUAN
Perjamuan Kudus Sakramen ditetapkan Tuhan Yesus untuk menguatkan dengan sesama orang percaya, seluruh umatNya, atau segenap keluarga Allah, di semua tempat dan segala zaman. Karena seseorang masuk ke dalam perse-kutuan keluarga Allah atau Jemaat sebagai anak-anak Allah melalui Baptisan. Dalam perse-kutuan tersebut, kita merayakan Perjamuan Kudus berarti makan bersama dari satu roti yaitu Tubuh Kristus, sebagai tanda kesatuan dalam Tubuh Kristus. Gereja Mula-mula atau orang-orang yang menjadi percaya setelah peristiwa Pentakosta setiap hari berkumpul untuk memecahkan roti, yaitu Perjamuan Kudus, Kisah 2:42. Apa yang mereka lakukan ini diimani sebagai perintah dari Tuhan Yesus. Gereja melakukan atau melaksanakan Perjamuan Kudus sebagai peringatan terhadap penderitaan -dan juga kematian serta kebang-kitan- yang Tuhan Yesus alami, sampai Ia datang kedua kali, 1 Kor 11:28. Makna Roti dan Anggur di Perjamuan Kudus 

1.Roti melambangkan Tubuh Kristus, meng-ingatan dan memperingati tubuh Yesus yang disalibkan. Makan tubuh Kristus dalam arti -kita- dipersatukan dengan Dia, dengan menerima apa yang dilakukan-Nya bagi manusia, Yoh 6:48-58. Makan roti mengingatkan bahwa Yesus menjadi manusia supaya tubuh manusiawi itu disalibkan. Ia menderita dan mati serta bangkit, untuk menciptakan Tubuh baru, yaitu jemaatNya 

2.Anggur melambangkan darah Kristus yang ditumpahkan untuk menyucikan dosa-dosa manusia. Darah ditumpahkan pada/dari tubuh Yesus yang terpaku di kayu salib untuk pengam-punan atau penghapusan dosa seluruh manusia. Darah yang adalah hidup, ditumpahkan agar memberi hidup kekal bagi manusia. Minum anggur -pada/dari cawan- pada Perjamuan Kudus, mengingatkan -kita- bahwa Yesus sendiri telah minum cawan murka Tuhan Allah yang seharusnya diterima manusia. Sikap pada Perjamuan Kudus : 
1.Berusaha untuk hadir, karena Tuhan Yesus sendirilah yang mengundang untuk datang pada meja perjamuan.
2.Mempersiapkan diri untuk hadir. Menyelidiki dan mengaku dosa, berdamai dengan sesama manusia, serta mohon pengampunan dari Tuhan Allah. Kita datang ke hadapan Tuhan Allah sebagai orang yang berdosa yang sudah ditebus oleh Kristus 
3.Dengan makan dan minum pada meja Perjamuan Kudus, ini berarti ada suatu penyerahan diri kepada Tuhan Allah. Karena Yesus telah menyerahkan Diri-Nya sebagai ganti manusia, maka setiap menghadiri Perjamuan Kudus menunjukkan bahwa seseorang mau menjadi persembahan yang hidup dan berkenan kepada Tuhan Allah, Roma 12:1-2

Jumat, 23 Agustus 2013

MENCARI KEBENARAN ( I KORINTUS 6 : 1 - 11 }


Dunia peradilan tidak pernah sepi dari berbagai kasus yang terjadi dalam kehidupan manusia. Contoh kasus seperti misalnya dari pencurian sandal jepit, pisang dan kakao, sampai pada tindak korupsi yang terbilang luar luar biasa, masalah tanah, masalah rumah tangga, perkelahian, pembunuhan dan sebagainya. Mungkinkah kenyataan-kenyataan seperti ini, menjadi pertanda bahwa semakin banyak orang yang merindukan kebenaran dan keadilan. Tapi juga disisi lain semakin sulitnya manusia dalam hubungan dengan sesama dapat menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi? Memang di sadari bahwa manusia, dalam hakikatnya sebagai makhluk social yang saling berinteraksi satu dengan yang lain, tidak pernah sepi dari berbagai permasalahan, sebab itu lahirlah lembaga lembaga dalam kehidupan masyarakat sebagai sarana dalam menyelesaikan setiap permasalahan dalam kehidupan masyarakat, seperti pengadilan. Lembaga bantuan hukum, dsb. Di Negara kita yang di kenal sebagai Negara hukum, setiap persoalan yang tidak dapat di selesaikan dengan jalan musyawarah atau mediasi selalu diupayakan penyelesaian secara hukum melalui proses peradilan di pengadilan, bahkan tidak hanya masalah-masalah dalam kehidupan masyarakat yang mencari penyelesaisan melalui pengadilan, akan tetapi, persoalan persoalan yang terjadi dalam komunitas umat yang di pandang mampu menyelesaikan setiap persoalan internal, misalnya lembaga keagamaan termasuk di dalamnya gereja, pada akhirnya harus menempuh jalur hukum, dalam menyelesaikan persoalan atau permasalahan yang dihadapi. Ironis memang bila persoalan internal dalam lembaga keagamaan penyelesaiannya harus melalui pengadilan duniawi, memang alasannya bisa dikatakan karena kasus atau persoalannya bersentuhan dengan hukum atau perundang-undangan yang berlaku sehingga penyelesaiannya harus melalui jalur hukum pula. Saudara-saudara, ada banyak cara untuk Tuhan membentuk umat-Nya. Selain melalui penderitaan dan kesulitan yang dihadapi, umat Tuhan juga dibentuk melalui interaksi-interaksi yang ada dengan sesamanya. Namun sayangnya tidak semua interaksi-interaksi ini berjalan mulus, terkadang muncul perselisihan akibat interaksi-interaksi yang ada. Demikian juga yang terjadi dengan Jemaat Tuhan di Korintus. Tak jarang mereka juga berselisih oleh karena sesuatu hal. Dan ketika terjadi perselisihan, mereka tidak lagi menyelesaikannya bersama-sama di dalam jemaat melainkan menyerahkannya kepada orang-orang tidak percaya. Inilah sesungguhnya persoalan yang terjadi dalam jemaat Tuhan yang ada di Korintus dalam bagian perikop ini. Saudara-saudara, Paulus menghadapi masalah yang secara khusus mempengaruhi jemaat Korintus dari golongan orang-orang Yunani pada saat itu, dimana mereka adalah rakyat yang secara karakteristik bersifat hukum. Hal biasa pada saat itu bila melihat orang Yunani mahir dalam bidang hukum. Hal ini sangat wajar, karena mereka adalah orang-orang yang gemar terhadap ilmu hukum. Mereka sering menghabiskan waktu mereka di pengadilan baik untuk memutuskan maupun hanya sekedar mendengarkan kasus-kasus hukum, bahkan mereka rela untuk mengeluarkan uang agar dapat masuk ke dalam ruang pengadilan. Golongan orang Yunani inilah yang telah membawa kecendrungan untuk selalu menyelesaikan setiap perselisihan melalui proses hukum ke dalam gereja. Di ayat 1dikatakan bahwa mereka berani mencari keadilan pada orang-orang yang tidak benar. Kata berani disini dalam bahasa Yunaninya adalah tolmaƵ yang menunjuk kepada sebuah tindakan yang dilakukan terus-menerus. Sementara “orang yang tidak benar” adalah adikon yang artinya orang yang berbeda iman dengan orang Kristen. Hal ini berarti bahwa jemaat Korintus telah terus-menerus melakukan tindakan mencari keadilan pada orang-orang yang tidak percaya terhadap perselisihan yang terjadi dalam jemaatnya. Hal inilah yang Paulus kecam. Saudara,. Dalam ayat 2 terdapat sebuah frasa “tidak tahukah kamu” yang diulang oleh Paulus sampai tiga kali, yakni pada ayat 3, dan ayat 9. Disini Paulus ingin menegaskan bahwa apa yang ia katakan sesungguhnya telah diketahui sebelumnya oleh jemaat Korintus. Paulus berkata: “Jika suatu hari kelak kamu akan menghakimi dunia bahkan malaikat-malaikat akan menjadi sasaran penghakimanmu, bagaimana mungkin kamu bisa pergi dan menyerahkan kasus-kasusmu kepada orang yang tidak percaya dan memuja mereka dengan cara itu? Jika kamu harus melakukannya, ia berkata: “lakukanlah itu di dalam gereja.” Orang-orang tidak percaya telah menjadi hakim bagi orang-orang percaya, padahal orang-orang percaya kelak akan menghakimi dunia dan para malaikat. Bukankah ini suatu kekacauan? Sebagai orang-orang yang akan menghakimi dunia kelak, seharusnya mereka mampu menyelesaikan sendiri perselisihan yang ada dalam kehidupan mereka berjemaat saat ini, namun gereja Tuhan di Korintus gagal melakukannya. Disini perkara-perkara biasa yang Paulus maksudkan menunjuk pada perselisihan yang berkisar pada hukum sipil seperti perkara mengenai hak milik, pelanggaran kontrak, penipuan, kerusakan-kerusakan, dan pencideraan yang mengakibatkan luka dan bukan hukum kriminal, dimana gereja memiliki hak istimewa untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut di dalam jemaat mereka sendiri. Mereka berani mencari keadilan pada orang-orang yang ada di luar jemaat, yakni orang-orang yang tidak percaya. Merupakan suatu ironi ketika jemaat Korintus menganggap mereka sebagai orang-orang berhikmat, bahkan jemaat Korintus dari kalangan atas yang memiliki pengetahuan tentang hukum sangat tinggi, telah menganggap diri mereka paling berhikmat, namun mereka tidak mampu menyelesaikan perkara yang ada. Untuk itu Paulus menyampaikan pertanyaan retorik, “Tidak adakah orang yang berhikmat di antara kamu?” Jelas ini dikatakan Paulus untuk memalukan mereka, merupakan suatu sindirian yang menyengat terhadap lagak orang Korintus sebagai orang berhikmat. Saudara, Paulus tidak sedang memberi kesan bahwa pengadilan kafir itu korup. Bagi dia sebagai Warga Negara yang baik, orang Kristen harus mengakui hukum Negara (Rm. 13:1-7). Paulus sendiri menuntut perlindungannya (Kis. 25:16). Tapi minta pengadilan kafir untuk mengambil keputusan hukum atas perselisihan yang terjadi di antara orang beriman adalah suatu pernyataan tentang kegagalan Kristen. Seharusnya perselisihan itu diserahkan kepada orang-orang kudus/jemaat (Mat. 18:17). Jika orang percaya yang mengaku mengenal Allah Yang Maha adil tidak dapat menerapkan keadilan dalam komunitas orang percaya, bagaimana mungkin keadilan dapat diharapkan pada mereka yang tidak mengenal Tuhan? Kegagalan orang percaya menerapkan kehidupan berkeadilan di dalam komunitas, akan meniadakan harapan dunia untuk melihat keadilan itu sendiri. Begitu sentralnya keberadaan orang-orang percaya di tengah-tengah komunitas orang yang belum percaya. Hanya orang-orang percaya yang mengenal keadilan Allah dan yang sanggup menyelesaikan perselisihan yang terjadi dalam jemaat. Umat Tuhan dipanggil untuk menjadi dewasa dan sama-sama bertumbuh dalam pergumulannya. Keputusan untuk memilih kepada siapa kita menyerahkan perkara haruslah selaras dengan pengenalan kita akan kebenaran Tuhan. Orang tidak percaya mungkin bisa menyelesaikan perselisihan, namun keadilan yang mereka berikan bukanlah keadilan yang seturut dengan kehendak Tuhan. Kepada orang percaya Allah memberikan hikmat untuk mengenal kehendak-Nya dan oleh karena itu mereka sanggup menyelesaikan perselisihan dengan perspektif keadilan Allah karena orang percaya dianggap memiliki kasih dalam menyelesaikan perselisihan. Saudara, tidak ada seorang pun yang menghendaki hadirnya perselisihan. Setiap kita rindu untuk merasakan suasana damai. Namun ketika perselisihan itu hadir, setiap orang cenderung tergoda untuk mencari kebenaran diri. Kita menjadi begitu egois dan mau menang sendiri tanpa mau perduli perasaan orang yang sedang berselisih dengan kita. Saat-saat seperti itu, kita butuh orang-orang yang memiliki kasih yang bisa menolong kita untuk melihat masalah dengan jernih dan mampu memberi keadilan sesuai dengan kebenaran Allah. Namun hal ini tidak dilakukan oleh beberapa jemaat Korintus. Bagi Paulus adanya saja perselisihan di antara mereka sudah merupakan kekalahan. Itu artinya orang Korintus telah gagal mengatur komunitasnya untuk menjadi saksi Kristus bagi orang tidak percaya. Seharusnya mereka menjadi teladan bagi orang tidak percaya, dimana orang tidak percaya bisa melihat suatu komunitas yang saling mengasihi dan bebas dari semangat persaingan, sikap mementingkan dan mencari keuntungan sendiri, dan mau menang sendiri. Akan tetapi justru dalam jemaat Korintus, mereka saling melukai dan menindas, mereka memilih pengadilan orang kafir untuk menjadi hakim bagi mereka. Mereka gagal bersaksi, baik sebagai pribadi maupun sebagai komunitas orang-orang percaya untuk hidup saling mengasihi satu sama lain. Di antara mereka telah berlaku tidak adil dan membebankan sesamanya. Mereka membuat sakit hati saudaranya sendiri dengan menjadikan mereka objek pemerasan dan ketidakadilan. Paulus sadar pengaruh dari pengadilan terhadap komunitas jemaat Korintus saat itu. Perkara-perkara hukum telah menumbuhkan sikap cemburu, iri hati, marah, dan kebencian yang sekarang mengancam keberadaan persekutuan Gereja. Ada dua isu yang muncul ke permukaan dalam teks ini. Pertama, konsep Christian Fellowship tidak ada dalam semangat pengadilan Korintus. Bagaimana mungkin seorang Kristen masih bisa memanggil anggota yang lain sebagai saudara dalam Kristus jika dia telah terluka secara moral, emosional, dan financial dalam sebuah perkara hukum? Kurangnya kasih dan kehadiran kebencian tidak akan memungkinkan hadirnya persekutuan Kristen. Ketika yang satu melawan yang lain maka kesatuan tubuh akan terpecah. Kedua, bagi Paulus, kelakuan orang Korintus secara menyeluruh berbeda dengan prinsip Kristiani. Orang Kristen memecahkan perselisihan dan perbedaan mereka melalui mediasi, lebih mengarahkan kepada kesejahteraan komunitas, dan bersama-sama mengupayakan kesaksian yang benar bagi dunia. Jemaat Korintus bukan hanya tidak sedia untuk menderita ketidakadilan, namun mereka malah aktif melakukan ketidakadilan dan menipu sesamanya. Paulus sangat sadar akan bahaya perselisihan yang terjadi dalam jemaat Tuhan. Ia tahu betul bahwa keinginan yang egois, kepentingan pribadi, dan sikap pilih kasih dapat menimbulkan malapetaka bagi kehidupan bergereja. Untuk itu dalam suratnya kepada jemaat Efesus, yakni Ef. 4:1-6, ia menjelaskan tentang pentingnya kesatuan tujuan bergereja yang dapat membantu jemaat mengatasi berbagai perselisihan yang ada tanpa harus mengakibatkan perpecahan. Demikian juga dengan Rasul Petrus. Dalam 1 Petrus 3: 8-9 ia begitu menekankan tentang kasih dan perdamaian yang harus hadir dalam kehidupan umat percaya, termasuk dalam menghadapi perselisihan yang ada. Saudara-saudara,? Tidak sedikit orang yang kini semakin bingung dalam rangka menemukan dan merasakan kebenaran serta keadilan yang dapat memberikan rasa aman dan damai dalam hidupnya, sebab di jaman ini dilembaga yang sebenarnya diharapkan dapat menegakkan kebenaran dan keadilanpun rasanya sulit menemukan kebenaran dan keadilan itu. Pemberlakuan hukum sering dirasakan hanya tajam ke bawah tapi tumpul ketika berhadapan dengan kalangan atas (berkuasa dan berduit). Surat Paulus ini, menjadi kecaman sekaligus nasihat dalam kehidupan gereja dan umat percaya kini, dalam rangka upaya menghadirkan kebenaran dan keadilan yang dapat menjamin rasa aman dan damai, dimana setiap orang semakin merasakan adanya kebenaran dan keadilan yang sesungguhnya. Gereja dan orang percaya hendaknya selalu menjadi tempat dimana kebenaran dan keadilan itu dapat di temukan, dirasakan dan dinikmati, semoga. AMIN

Rabu, 21 Agustus 2013

BERTUMBUH DALAM KRISTUS (Materi Katekisasi Bakal Calon Pelayan Khusus GMIM)




I

MEMILIH PELAYAN KHUSUS


A.   LANDASAN TEOLOGIS PEMILIHAN
1.       Pemilihan adalah anugerah dan kedaulatan Allah.
Cerita pemilihan dalam Alkitab sudah dimulai ketika TUHAN Allah memilih dan memanggil Abraham, seorang yang berasal dari keluarga penyembah allah lain (Yosua 24:2). Ketika Abraham keluar dari negerinya (Ur-Kasdim) dan meninggalkan sanak saudaranya, mengambarkan bagaimana Abraham meletakkan kehidupan, identitas, keamanan bahkan masa depannya ditangan Allah. Apakah yang menjadi sumber kekuatan dan penghiburan bagi Abraham untuk melakukan hal itu ? satu-satunya jawaban adalah iman dan ketaatan serta dengan mata yang terus tertuju kepada janji Allah. Kepadanya Allah berjanji untuk memberkatinya, menjadikannya bangsa yang besar, membuat namanya masyur dan melaluinya semua bangsa akan memperoleh berkat. Allah juga berjanji menjadi perisai yang akan selalu melindunginya (Kej. 15:1). Penggenapan perjanjian tersebut dipersaksikan oleh Nehemia 9:8 “… Dan Engkau telah menepati janji-Mu, karena Engkau benar”. Dari uraian diatas, kita melihat satu hal yang sangat penting, yaitu dasar pemilihan Allah atas Abraham semata-mata hanya oleh anugerah dan kedaulatan Allah bukan karena sesuatu yang berharga yang dimilikinya. Selanjutnya cerita pemilihan Yakub yang sejak dari Rahim (Kej.25:23; pemilihan Musa (kel. 3:9-12), yang hidup dan pribadinya merupakan tolok ukur bagi nabi-nabi selanjutnya  (band. Ul 18 : 15-19, 34:10); pemilihan Daud ( I Sam. 16:3); pemilihan Yeremia (Yer 1 : 5-10); dan pemilihan nabi-nabi lain maupun imam-imam; bahkan pemilihan bangsa Israel (Ul 4 : 37-38; 7:6-8) terlihat bahwa dasar pemilihan allah jelas bukan karena nilai kebaikan dan jasa yang merka miliki tapi semata-mata karena kasih dan kedaulatanNya. Allah memilih Israel bukan Israel yang memilih dirinya sendiri. Jika Israel meninggalkan Tuhan Allah maka mereka dihukum (Ul 8:19).

2.       Pemilihan adalah tindakan Kristus
Ungkapan Tuhan Yesus dalam Matius 4 : 19 menjelaskan bahwa Tuhan Yesus yang memanggil murid-muridNya bukan mereka yang menawarkan diri. Istilah rasul berakar dari bahasa Yunani yaitu Apostolos yang memiliki arti orang yang diutus, utusan. Dalam Perjanjian Baru ini kata ini muncul 80 kali dan banyak banyak terdapatdalam tulisan Lukas dan Paulus.
Dalam kitab Injil kata Apostolos dipakai oleh Yesus untuk menyebutkan kedua belas rasul (Matius 10:2). Dari konteks tersebut nyata bahwa rasul bukanlah gelar dan pangkat namun namun sebagai fungsi yang diberikan kepada seseorang berhubungan dengan tugas yang harus dijalankan sebagai utusan Yesus Kristus dalam pemberitaan injil kerajaan Allah (bnd. Mat 10:1).selama tiga tahun kedua belas rasul diajar untuk menjadi tokoh-tokoh utama digereja mula-mula (bnd. Kisah 1-12), karena mereka adalah utusan Kristus untuk mewartakan Injil ke seluruh dunia, mendirikan umat dimana-mana dan mengajarkan apa yang diperintahkan Yesus (Mat 28). Pemilihan terhadap kedua belas rasul dapat dikategorikan sebagai panggilan khusus dikarenakan panggilan itu juga berdasarkan atas ketetapan Allah sendiri melalui Yesus Kristus, panggilan itu juga berdasarkan atas karunia Allah secara mutlak (ef 2 : 8,9; 3:7,8). Ini menggambarkan bahwa sifat Kristokrasi mendasari pemilihan dan pemanggilan tersebut.
Dalam perkembangan selanjutnya makna dan peranan kerasulan dilanjutkan oleh Paulus. Pribadi Paulus dipandang sebagai contoh tipe kerasulan, sebab memiliki semangat yang besar dalam dirinya. Ia tidak mengenal tantangan, tidak mengenal lelah, bahkan penderitaan dan bahaya maut (bnd. I Korintus 4:9-13; 2 Kor 4:8). Ia dikenal bukan karena jabatannya namun karunia-karunia yang ada padanya dipergunakan dalam panggilan pelayanannya sendiri.  Dalam pelayanannya ia memiliki karateristik:
-   Jarang menggunakan kata-kata perintah kecuali terpaksa oleh adanya orang-orang yang menentangnya.
-      Bertindak dengan hati-hati agar tidak melanggar kebenaran orang-orang yang bertobat dan tidak menggunakan wewenangnya secara otoriter.
-     Menggunakan wewenang kerasulan terbatas hanya pada masalah-masalah yang berkaitann dengan amanat yang dibebankan kepadanya.

3.       Pemilihan  menunjuk pada seluruh orang percaya dan para pelayan khusus.
Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) memiliki latar belakang historis-dogmatis sebagai gereja beraliran calvinis sehingga bersama gereja-gereja beraliran calvinis memahami bahwa pada dasarnya semua orang percaya adalah pelayan jemaat yang memiliki hak serta kewajiban yang sama dalam persekutuan (koinonia), kesaksian(marturia), dan pelayanan (diakonia) sebagaimana yang dimaksud I petrus 2:9. Pemahaman ini disebut “imamat am orang perjaya”. Namun demikian berdasarkan ajaran-ajaran rasul Paulus didalam surat-suratnya, maka gereja-gereja aliran calvinis mengenal apa yang disebut “Pelayan Khusus” yaitu mereka yang dipilih dan ditetapkan oleh Yesus Kristus melalui jemaatNya untuk memimpin, mengajar, dan mengembalakan para pelayan (yaitu jemaat); memperlengkapi jemaat bagi pembangunan tubuh Kristus (bnd. Efesus 4 : 12-16).
Pelayan Khusus di GMIM merupakan jabatan gerejawi yang panggilannya berproses mulai dari pemilihan, kemudian diikuti dengan penetapan, peneguhan dan pemberian diri ( Peraturan tentang Pelsus Bab I ayat 4.7). pemilihan ini diimani sebagai tindakan atau upaya gereja mewujudkan pola pelayanan dan pemerintahan kristus (kristokrasi) dengan memilih orang-orang tertentu. Pola pelayanan Kristus yaitu kehambaan yang berdasarkan kasih, pengorbanan, kerendahan hati, kelemahlembutan, kesabaran dan penguasaan diri yang tidak mencari keuntungan diri sendiri ( Fil 2 : 5-7; gal 5: 22-26);  dan pemerintahan Kristus Nampak antara lain dalam hal pengambilan keputusan disemua aras, bertindak menurut kehendak Yesus Kristus dan tidak mengatasnamakan kehendak pribadi atau anggota jemaat ( Roma 11: 36) (lih. Tata Dasr Bab Ii pasal 6 ayat 1-2 bagian penjelasan; Bab V Pasal 21). Orang-orang tertentu yang dimaksud adalah pelayan khusus yaitu anggota sidi jemaat yang dipanggil oleh Yesus kristus diantara seluruh anggota jemaat dan dipercayakan tugas pelayanan untuk memperlengkapi seluruh anggota jemaat agar mereka mampu melaksanakan panggilan Gereja ( Peraturan Tentang Pelsus Bab I pasal 1 ayat 3 ).

4.       Pemilihan adalah pekerjaan Roh Kudus yang melibatkan proses berdemokrasi.
Pemilihan diimani sebagai bagian dari pekerjaan Roh Kudus dan karya Roh Kudus dalam pelayanan gereja melibatkan proses berdemokrasi; dan realisasi pekerjaan Roh Kudus melibatkan proses berdemokrasi dimana mekanismenya seperti Kisah 1 : 24-25; Mereka semua berdoa dan berkata “ Ya Tuhan, Engkaulah yang mengenal hati semua ornag, tunjukanlah kiranya siapa yang Engkau pilih dari dua orang ini, untuk menerima jabatan pelayanan ….. “
Proses berdemokrasi dalam pemilihan pelayan khusus di GMIM adalah bagaimana anggota-anggota sidi jemaat dalam iman dan tuntunan Roh Kudus memberi suara kepada orang yang  dipilih mereka; dan yang terpilih berdasarkan suara terbanyak. Disadari bahwa asas demokrasi yang dugunakan ini adalah alat yang dipakai Allah untuk memilih pelayan-Nya. Sehingga semua keputusan dan penyelenggaraan pelayanan GMIM termasuk pemilihan, didasarkan pada kehendak kristus seperti yang disaksikan dalam Alkitab.
Berdasarkan hal tersebut di atas, sangat penting untuk diingat bahwa teologi pemilihan berarti:
-     Pemilihan pelsus adalah tanda kedengar-dengaran/ketaatan gereja kepada kehendak Allah dan tidak boleh dipakai sebagai sarana memaksakan kehendak seseorang dalam pelayanan gerea.
-  Pemilihan pelsus berorientasi pada pelayanan gerejawi dan bukan berorientasi pada kekuasaan.
-     Pemilihan adalah untuk mewakili semua orang dan bukan hanya untuk segelintir orang dan juga menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan diri sendiri.
-   Pemilihan adalah untuk melkukan yang baik bagi semua orang dan bukan hanya untuk orang-orang yang disenangi.
-     Pemilihan adalah untuk kerjasama yang meliputi semua orang dan bukan untuk persaingan yang tidak sehat.
-          Pemilihan adalah suatu kegiatan kerohanian, karena itu proses pemilihan merupakan bagian dari ibadah gereja.

B.      SIAPAKAH YANG AKAN MEMILIH?
Mereka yang akan memilih Pelayan Khusus adalah anggota sidi jemaat GMIM yang tercantum dalam daftar sidi jemaat di kolom bersangkutan ( Peraturan Tentang Pelsus Bab III pasal 10janya ). Sidi jemaat adalah anggota jemaat yang ikut dan bertanggungjawab atas kesaksian, persekutuan dan pelayanan gereja. Keberhasilan dari keberadaan suatu jemaat/gereja, bukanlah terletak pada apa yang dilakukan oleh lembaga gereja, tapi terletak pada warga gereja terutama anggota sidi jemaat. Keikutsertaan anggota sidi jemaat dalam pemilihan, menunjukkan betapa pentingnya peranan anggota sidi jemaat dalam kehidupan gereja. Ini sejalan dengan pemahaman bahwa gereja adalah Tubuh kristus. Tubuh kristus itu terdiri dari banyak anggota yang semuanya perlu difungsikan menurut karunia masing-masing anggota. Jadi semua anggota diberi peran partisipatif-demokratis seperti terungkap dalam lukisan satu tubuh yang terdiri dari banyak anggota.
Keterlibatan sidi jemaat dalam pemilihan karena mereka sudah dianggap dewasa iman sehingga mampu mengambil keputusan dalam memilih. Pada waktu memilih seseorang, tidak memilih karena orang itu, tetapi terutama karena kita hanyalah alat yang dipakai Tuhan Allah. Berilah ruang bagi Roh Kudus untuk berbicara dalam hati dan pikiran, jangan menutupnya dengan kuasa ingin menang sendiri, mementingkan diri sendiri atau kelompok sendiri, menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Kita harus senantiasa ingat, bahwa Dia yang empunya pemilihan itu, adalah Yesus Kristus, Kepala gereja, dan Ia akan meminta pertanggungjawaban dari kita tentang keputusan yang kita ambil dalam setiap pemilihan. Karena itu menurut Kisah 6:3, pilihlah orang di antaramu yang terkenal baik, penuh Roh dan hikmat.

C.      SIAPAKAH YANG AKAN DIPILIH ?
Ukuran utama yang kita gunakan untuk membahas tentang kriteria Palayan Khusus adalah dengan belajar dari Alkitab, antara lain: Keluaran 18 : 13-27; Bilangan 8 : 23-26; Kisah 6 : 1-7; Efesus 4 : 11-16; I Timotius 3 : 1-13 dan Titus 1 : 5-16.
1.       Keluaran 18 : 13-27.
Bagian Alkitab ini mengandung kritik terhadap kepemimpinan yang hanya berpusat pada satu orang, yaitu musa, akibatnya pelayanan terhambat. Untuk memperlancar pelayanan, diusulkanlah kepemimpinan terbagi (pendelegasian) dimana ada pembagian tugas dan kewenangan diantara sejumlah pemimpin. Sehingga yang kelihatan adalah kepemimpinan bersama (kolektif) dan bukan kepemimpinan perseorangan. Untuk melengkapi kepemimpinan perseorangan menjadi kepemimpinan bersama sebagai kawan sekerja (kolegial), maka dicarilah mereka yang memenuhi kriteria sbb (ayat 21):
a.       Orang orang yang takut akan Allah, artinya yang menghormati Allah, mendahulukan kehendak TUHAN Allah diatas segala-galanya.
b.      Orang-orang yang cakap, artinya yang mampu dan aktif melakukan pekerjaannya, bijaksana, berhati-hati, tapi juga pekerja keras.
c.       Orang-orang yang dapat dipercaya, artinya apa yang dikatakan, itu juga yang dilakukan dan yang dapat memegang rahasia jabatan;
d.      Orang-orang yang benci akan pengejaran suap, artinya yang tidak mengedepankan hal materi dalam pelayanan.

2.       Bilangan 8: 23-26
Bagian Alkitab ini berbicara tentang pengaturan masa kerja orang lewi. Dalam struktur kepemimpinan di Israel, orang Lewi membantu pekerjaan Imam harun dan keturunannya di kemah Pertemuan 9Bil. 3:6-51). Ini dapat menjadi perbandingan dengan jabatan gerejawi ( Penatua dan Syamas ) di GMIM. Ada beberapa syarat yang ditentukan bagi kaum Lewi:
a.       Usia minimal untuk bertugas di Kemah pertemuan adalah 25 (duapuluh lima) tahun (ayat 24).
b.      Usia maksimal untuk dibebaskan dari tugas-tugas di Kemah pertemuan adalah 50 (limapuluh) tahun ( ayat 25 ).
c.       Diatas usia tersebut, seseorang diharapkan tidak lagi menjabat pekerjaan itu namun boleh membantu saudara-saudaranya di Kemah  pertemuan ( ayat 26 ).

3.       Kisah Para Rasul 6:1-7
Bagian Alkitab ini merupakan upaya memenuhi kebutuhan pelayanan yang makin bertambah. Karena itu dipilihlah orang-orang yang akan melakukan tugas khusus dibidang pelayanan kepada orang-orang miskin, yang dipilih adalah (ayat 3):
a.       Terkenal baik, artinya menurut kesaksian orang-orang, khususnya yang disaksikan oleh jemaat bahwa orang tersebut memiliki kepribadian, jati diri dan terus berbuat baik. Jadi tidak memilih orang berdasarkan “ cerita burung “, tetapi berdasarkan fakta, berdasarkan apa yang kita saksikan sendiri tentang orang itu dan buah-buah pelayanannya.
b.      Penuh Roh Kudus, artinya orang yang menyerahkan diri penuh kepada kehendak Allah dan pada tuntunan Roh Kudus. Ia tidak hanya mengandalkan kepintaran dan kehebatannya sendiri, melainkan pada kehendak TUHAN Allah. Stefanus adalah contoh dari orang yang penuh Roh Kudus, yang rela mati syahid demi memberitakan Firman Allah. Kehadiran Roh Kudus memang nanti diketahui dari buah-buah Roh, yakni dari sikap dan gaya hidup seseorang, dari kekuatannya untuk menyaksikan nama TUHAN, dan dari kejujurannya serta keramahtamahan baik dalam perkataan maupun tindkan.
c.       Penuh hikmat, artinya mampu mengambil keputusan dan menjalankannya dengan bijaksana. Berhikmat juga menunjuk pada kepekaan dankepedulian terhadap lingkungan pelayanan.

4.       Efesus 4 : 11-16
Dalam bagian Alkitab ini para pemimpin dalam jemaat dicatat sebagai yang dipilih oleh Yesus Kristus sendiri, Sang Kepala Gereja, masing-masing dengan tugas dan fungsinya. Ini menegaskan bahwa:
a.       Para pemimpin sudah seharusnya mengetahui tugas dan fungsinya masing-masing, sebagai rasul, nabi, pemberita Injil dan pengajar sehingga tidak saling menguasai satu dengan yang lain (ayat 11)
b.      Tujuan dari tugas dan fungsi para pemimpin yang berbeda itu sesungguhnya sama, yaitu untuk memperlengkapi anggota gereja agar mampu memperlengkapi orang lain bagi pembangunan tubuh Kristus. (ayat 12).
c.       Target yang hendak dicapai dari upaya pelengkapan Pelayan Khusus ini adalah kekuatan iman dan kedewasaan penuh (ayat 13-16).

5.       I Timotius 3:1-13 dan Titus 1:5-16
Bagian Alkitab ini memuat beberapa kriteria bagi seorang pelayan jemaat sebagai berikut:
1 Timotius 3 : 1 – 13
Titus 1 : 5 – 16
Yang tak bercacat (ayat 2)
Orang yang tak bercacat ( ayat 6
Suami dari satu istri atau sebaliknya ( ayat 2 )
Orang yang hanya mempunyai satu istri atau sebaliknya ( Ayat 6 )
Dapat menahan diri ( ayat 2 )
Menguasai diri (ayat 8)
Bijaksana (ayat 2)
Bijaksana (ayat 8)
Sopan ( ayat 2 )
Tidk dapay dituduh karena hidup tidak senonoh atau tidak tertib ( ayat 6)
Suka memberi tumpangan ( ayat 2)
Suka memberi tumpangan ( ayat 8 )
Cakap mengajar orang (ayat 2)
Sanggup menasihati orang (ayat 9)
Bukan peminum anggur (ayat 3)
Bukan peminum (ayat 7)
Bukan pemarah (ayat 3)
Bukan pemberang ( ayat 7 )
Peramah, pendamai ( ayat 3 )
Suka akan yang baik ( ayat 7)
Bukan hamba uang (ayat 3)

Kepala keluarga yang baik (ayat 4)
Anak-anaknya hidup beriman (ayat 6)
Disegani dan dihormati oleh anak-anaknya (ayat 4)
Adil (ayat 8)
Jangan yang baru bertobat ( ayat 6 )

Punya nama baik diluar jemaat ( ayat 7 )

Orang terhormat (ayat 8)
Tidak angkuh ( ayat 6 )
Jangan bercabang lidah (ayat 8)
Berpegang pada perkataan yang benar (ayat 9)
Jangan serakah (ayat 8)
Tidk serakah (ayat 7)
Memelihara rahasia iman dalam hati nurani yang suci ( ayat 9 )
Saleh (ayat 8)

Ukuran selanjutnya berdasarkan kriteria Tata gereja dan Adendumnya serta petunjuk Pelaksanaan Pemilihan dan Agenda pemilihan di semua Aras. Tahun 2013-2014 mengenai Calon Syamas dan Penatua, sbb:
a.    Bakal calon Syamas dan Penatua ialah anggota sidi jemaat yang berumur sekurang-kurangnya 25 tahun dan setinggi-tingginya 65 tahun (disaat HUT bersangkutan) pada saat pemilihan (Peraturan Tentang Pelsus Bab III Psl 8 ayat 1)
b.    Bakan Calon Syamas dan Penatua terdaftar dan tinggal tetap di jemaat dan kolom yang bersangkutan  sekurang-kurangnya enam bulan secara  terus menerus sebelum pemilihan. (Peraturan Tentang Pelsus Bab III Psl 8 ayat 2).
c.     Bakal Calon Syamas dan Penatua yang memiliki keanggotaan ganda (terdaftar di dua jemaat) dinyatakan gugur karena menyalahi administrasi dan tidak jujur (Peraturan Tentang Pelsus Bab III Psl 8 ayat 2.6)
d.    Sudah dikenal jati diri, keteladanan dan kesetiaannya pada GMIM. (Peraturan Tentang Pelsus Bab III Psl 8 ayat 3)
e.    Memahami  dan sanggup melaksanakan tugas sebagai pelayan khusus sebagaiana diatur dalam Peraturan Tentang Pelsus Bab II Psl 2,3  dan 4
f.     Tidak berstatus Pendeta atau Guru Agama (termasuk Vikaris Pendeta dan Vikaris Guru Agama)
g.    Tidak sedang dikenakan disiplin gerejawi (Peraturan Tentang Pelsus Bab III Psl 8 ayaerejawi Bab IV Pasal 10)
h.    Tidak mengaktifkan diri dalam kegiatan kelompok bukan GMIM yang bertentangan dengan pengakuan GMIM, tidak dibaptis ulang, tidak penjudi, tidak pemabuk, tidak baku piara dan tidak melakukan perzinahan. (Peraturan Tentang Pelsus Bab IV Pasal 14 ayat 3;  I Timotius 3: 1 – 13;  Titus 1 : 5-9).

Daftar kriteria yang sedemikian ini memberikan beberapa pengertian:
a.       Bahwa kehidupan dalam jemaat sesungguhnya tidaklah bebas dari kemungkinan pengaruh dosa. Bahaya-bahaya yang bias merusak kehidupan jemaat telah didaftarkan untuk diantisipasi lebih dulu, sebelum hal-hal itu terjadi. Jadi daftar diatas merupakan pedoman bagi setiap orang, apalagi calon Syamas dan Penatua dalam jemaat;
b.      Bahwa menjadi seorang Syamas dan Penatua ( dan pelayan khusus lainnya ) menurut Calvin haruslah dipilih dari orang-orang yang sehat ajarannya dan suci hidupnya. Mereka itu haruslah orang yang memiliki nama baik dan integritas diri. Supaya jangan sampai kesalahan mereka buat menjadikan jabatan gereja menjadi terhina.

Kriteria-kriteria tersebut membuat kita menyadari keterbatasan diri sehingga merasa takut. Namun ketakutan itu bukanlah alas an untuk menolak kepercayaan yang diberikan untuk menjadi pemimpin/pelayan. Rasa takut itu hendaklah dipahami sebagaimana nasihat rasul Paulus untuk  
“.. tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar.. “ ( Fil. 2:12). “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, …” ( Yoh. 15:16; bnd. Yoh 6: 70a).



II
BAGIAN II
SIAPAKAH PELAYAN DAN PELAYAN KHUSUS

A.      SIAPAKAH PELAYAN?
Istilah pelayan atau hamba diterjemahkan dari tiga istilah dalam bahasa Yunani yakni: leituorgos, doulos, dan diakonos. Istilah ini diambil dari Perjanjian Baru yang pada mulanya ditulis dalam bahasa Yunani, dikarenakan jemaat mula-mula berada dalam lingkungan masyarakat berbahasa Yunani. Leituorgos dalam lingkungan pemerintah diartikan sebagai pelayan/hamba Allah, antara lain bertugas untuk mengurus pajak (Roma 13:8); atau seperti rasul Paulus sebagai pelayan Kristus dalam pelayanan pemberitaan Injil Allah (Roma 15:16); dan Epafroditus yang banyak membantu paulus (Fil 2:25(. Istilah ini digunakan juga untuk Imam yang melayani ibadah di Bait Allah (Luk 1 :23), kemudian oleh surat Ibrani dikenakan kepada Yesus kristus yang dilukiskan sebagai Imam besar yang melayani ibadah di Kemah Sejati (Ibrani 8:2).
Menarik bahwa baik paulus (Kisah 16:17; Roma 1:1; 2Kor. 4:5) maupun Yesus (Fil. 2:7) juga digelar sebaga hamba Allah yang diterjemahkan dari istilah doulos, yang artinya bias juga disamakan dngan budak. Banyak kata kerja “melayani” dalam Perjanjian Baru yang diterjemahkan dari kata doulein, berasal dari kata doulos. Malahan istilah yang lebih sering digunakan justru istilah doulos (hamba) ketimbang leiturgos (pelayan). Simeon digelar hamba (luk. 2:29); murid-murid yesus juga disebut hamba, meskipun mereka diperlakukan oleh Yesus sebagai sahabat dan bukan sebagai hamba lagi (Yoh. 15:15,20). Petrus an teman-temannya, menurut Kisah 4:29, menyebut diri sebagai hamba Tuhan, Epafras disebut hamba Yesus kristus yang selalu bergumul dalam doanya sepaya jemaat menjadi dewasa (Kol. 4:12). Begitu juga dengan Timotius (2 Tim 1:24-26), Yakobus (Yak. 1:1); penulis surat petrus (2 pet 1:1); Yudas (Yud 1) dan rasul Yohanes yang mendapat wahyu disebut sebagai hamba Yesus kristus (Why 1:1).
Menurut wahyu 10:7; 11:8 dan 15:3, Nabi-nabi dan Musa juga adalah hamba Allah. Selain itu, semua orang yang diselamatkan (Why 7:3-8); orang-orang yang takut akan Allah (Why 19:2,5) dan yang menyembah Allah (Why 22:3,6) disebut sebagai hamba Allah. Jelaslah bagi kita, bahwa istilah pelayan bukan hanya dikenakan kepada mereka yang disebut pemimpn, tetapi juga semua orang percaya. Pelayan bukan hanya mereka yang memimpin gereja, tetapi semua anggota gereja.
Istilah lain yang juga dipakai untuk menunjuk pada pelayan adalah diakonos. Pekerjaan atau kegiatan diakonos disebut diakonia. Sedangkan kata kerjanya adalah diakonein. Dalam matius 4:11 para malaikat dilukiskan sebagai yang dating melayani Yesus (bnd. Markus 1:13). Istilah yang sama juga dikenakan pada ibu mertua Petrus yang melayani Yesus ( Mat 8:15, bnd. Mrk 1:31; Luk. 4:39). Kedatangan anak Manusia ke dunia juga dikatakan untuk melayani dengan memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi orang banyak. Dengan demikian pelayanan dalam arti luas mencakup seluruh segi kehidupan manusia, termasuk yang menyentuh hati jemaat ( Mat 20:28; 25:44; mrk 10:45; Luk 8:3; Kisah 6:1,4; 20:24; 21:19; roma 11:13; I Kor. 12:5; 2 Kor. 3:3,7,9; 4:1; 5:18; 6:3; Ef. 4:12; Kol 4:17; I Tim 1:12; 2 Tim. 4:5,11; Ibr. 1:14; I Pet. 1:12; 4:10; Why 2:19). Mengikuti Yesus dan melayani-Nya juga termasuk dalam kategori ini (yoh. 12:26). Apa yang dilakukan murid-murid perempuan terhadap yesus dengan harta benda mereka juga disebut pelayanan (Mat. 27:55; band. Mark. 15:41). Melayani di meja makan juga disebut diakonein (Luk. 10:40; 12:37; 17:8; Yoh. 12:2; kis 6:2; roma 12:7; I tim 3:10,13). Melayani jemaat lain dalam bentuk uang atau bahan lain dikatakan sebagai diakonein/diakonia. (kis. 11:29; Roma 15: 25;31; I Kor.16:15; 2 Kor.8:4,19; 9:1,12; 11:8; Filemon 13; Ibr. 6:10).
Pelayan atau diakonos tidak bersikap lebih besar dari pada orang lain ( mat. 20:26; 23:11; Mrk. 10:43); orang yang melayani Yesus (Yoh.12:26). Pemerintah juga disebut sebagai hamba (diakonos) Allah (Roma 13:4). Kristus pun dikatakan telah ditetapkan oleh Allah menjadi Pelayan ( Roma 15:8; Gal. 2:17). Paulus, apolos, Tikhikus, epafras, timotius dan para diaken (Syamas) juga dikatakan diakonos Allah dalam segala hal dan dalam segala situasi, termasuk ketika menghadapi penderitaan sekalipun ( roma 15:16; 1 Kor. 3:5; 2 Kor.3:6; 6:4; ef. 3:7; Fil. 1:1; Kol.1:7, 23, 35; 4:7; 1 Tes 3:2; 2 Tim. 3:8, 12; 4:6). Melihat ini kita dapati bahwa tugas diakonos itu ternyata mencakup lingkup tugas yang luas.
Imamat am orang percaya seperti yang disebutkan dalam I Petrus 2:9 mengandung arti penugasan yang diberikan oleh Tuhan Allah di dalam yesus kristus Kepala gereja kepada sekalian orang yang percaya kepada-Nya, untuk memberitakan perbuatan-perbuatan-Nya yang besar. Berdasarkan panggilan tersebut, maka semua orang percaya adalah pelayan.

B.      SIAPAKAH PELAYAN KHUSUS
Dalam Tata Dasar bab V. Pasal 19 ayat 1-3, dijelaskan sebagai berikut:
1.  Pelayan Khusus adalah anggota Sidi Jemaat yang menerima panggilan Yesus Kristus untuk melaksanakan pelayanan Gereja.
2.       Pelayan Khusus ialah Syamas, Penatua, Guru Agama dan pendeta.
3.       Penerimaan panggilan menjadi Pelayan Khusus ialah melalui pemilihan dan pemberian diri.

Disebut Pelayan Khusus karena pada hakikatnya seluruh anggota GMIM adalah pelayan yang bertugas untuk melaksanakan pekerjaan pelayanan dan pembangunan Tubuh Kristus. Kekhususan dari para Pelayan Khusus adalah mereka mempunyai tugas khusus untuk memperlengkapi semua pelayan (bnd.. Efesus 4:12-16; lih. Peraturan tentang Pelayan Khusus Bab I. pasal 1 ayat 3)
Meskipun dalam Tata Gereja GMIM 2007, Peraturan Tentang Pelayan Khusus Bab II pasal 2 Ayat 4, 5 memakai istilah memimpin, namun prinsip melayanilah yang diutamakan. Ada 2 (dua) alas an untuk itu: Pertama, fungsi Pelayan Khusus pada hakikatnya ada atas kehendak dan pemberian Yesus Kristus sendiri (Efesus 4:7-11), karena itu kepelayanan yang didasarkan pada kehendak pribadi, hanya akan menimbulkan perpecahan dalam jemaat serta menghasilkan kegagalan dalam pelayanan sang Pelayan Khusus. Kedua, karena kepemimpinan jemaat bersumber dari anugerah Kristus, maka kepemimpinan tidak boleh tidak berpola pada kepemimpinan Kristus sendiri. Pola kepemimpinan Kristus adalah menghampakan atau mengosongkan diri menjadi hamba (Fil. 2:5-8). Kita sering mendengar orang mengatakan bahwa kepemimpinan dalam jemaat berbeda dengan kepemimpinan diluar jemaat. Memang demikian halnya. Jemaat di Korintus diancam perpecahan karena ulah para pelayan ( 1 kor. 1:10-17 ) yang menganggap diri lebih kuat dan berkhikmat; padahal menurut Rasul Paulus, bagi orang yang dipanggil, Kristus memiliki kekuatan dan hikmat Allah. Sedangkan bagi orang yang menghendaki tanda (kekuatan/kuasa) dan hikmat menurut ukuran dunia, berita tentang Kristus yang disalibkan dianggap suatu batu sandungan dan kebodohan (I Kor. 1:21-24). Itulah sebabnya, kepemimpinan dalam jemaat hendaknya dilandaskan pada keyakinan akan panggilan Kristus untuk melayani, bukan menguasai dan memerintah.
Dalam Tata gereja GMIm 1981 urutan Pelayan Khusus dumilai dari Pendeta, Syamas dan Penatua. Nampaknya urutan itu member kesan bahwa yang disebut lebih dahulu lebih utama dari yang lain, sehingga ada orang beranggapan bahwa itulah urutan nomor atau tingkatannya. Pendeta nomor satu, Penatua nomor dua dan Syamas nomor tiga. Sejak Tata Gereja GMIM 1990 urutan dibalik menjadi: Syamas, Penatua dan Pendeta untuk menghilangkan kesan ada hirarki dalam jabatan-jabatan tersebut. Kemudian saat Tata Gereja GMIM 1999 dan 2007 mengakomodir Guru Agama menjadi Pelayan Khusus maka urutan-urutan menjadi sebagai berikut: Syamas, Penatua, Guru Agama dan Pendeta. Urutan-urutan ini tidaklah membedakan kwalitas tugas pelayanan dari masing-masing Pelayan Khusus tersebut tetapi lebih kepada factor penyebutan dan fungsi masing-masing serta aturan-aturan lain yang mengikat masing-masing, antara lain Syamas dan Penatua dipilih setiap periode pelayanan, sedangkan Guru Agama dan Pendeta dipilih melalui proses penyiapan diri sejak memasuki pendidikan khusus sampai ketika mereka menjalani masa persiapan atau vikariat untuk menjadi Guru Agama dan Pendeta. Disamping itu, Guru Agama dan Pendeta dipanggil untuk melaksanakan pelayanan seumur hidup (lih. Peraturan tentang Pelayan Khusus Bab 1 Pasal 1 Ayat 7,8).
Karena Syamas dan Penatua akan dipilih dalam Pemilihan Pelayan Khusus di Jemaat, maka perlu diterangkan apa yang menjadi tugas mereka:
Tugas Syamas, lihat Peraturan Tentang Pelayan Khusus Bab II, Pasal 3 Ayat 1,2 :
1.       Bertugas dan bertanggungjawab atas pelaksanaan pelayanan diakonia.
2.       Bertugas dan bertanggungjawab atas pengelolaan, penerimaan, penggunaan dan pemeliharaan Sumber Daya dan Dana yang dianugerahkan Tuhan untuk pelaksanaan tugas-tugas dibidang Diakonia.

Sebagai penjelasan dari tugas Syamas , bahwa pelayanan diakonia meliputi diakonia karitatif dan diakonia pengembangan prakarsa masyarakat:
1.       Diakonia karitatif berupa:
a.       Perawatan kepada orang sakit, lanjut usia, yatim piatu, janda, duda dan anak-anak terlantar termasuk orang cacat dan putus sekolah.
b.      Bimbingan bagi rumah tangga-rumah tangga baru, mereka yang terancam hidupnya karena pengaruh narkotik, minuman keras, pelacuran dan tindakan kriminalitas lainnya bahkan keluarga yang terancam cerai.
c.       Pertolongan bagi mereka yang tertekan dan teraniaya karena iman.
d.      Bantuan darurat bagi mereka yang mengalami kesulitan social, ekonomi karena banana alam dan sebagainya.
2.       Diakonia pengembangan prakarsa masyarakat berupa usaha-usaha:
a.  Untuk menyadarkan warga masyarakat akan hak dan kewajiban mereka sebagai warga Negara dalam segala bidang kehidupan: politik, social, ekonomi, kebudayaan, pertahanan dan keamanan.
b.    Menunjuk kepada pemerintah dan masyarakat guna mengusahakan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan, melalui usul-usul maupun contoh-contoh.
Tugas-tugas Syamas ini berhubungan erat dengan pemberian diri dalam melaksanakan amanat dan panggilan rajawi dari Yesus Kristus untuk memberdayakan seluruh anggota gereja dan yang menyejahterakan banyak orang.

Tugas Penatua, lihat Peraturan Tentang Pelayan Khusus Bab II, Pasal 4 Ayat 1,2 :
1. Bertugas dan bertanggungjawab atas pelaksanaan ibadah-ibadah, pemberitaan firman dan kesaksian,
2.      Mengkoordinasikan pelaksanaan katekisasi.

Tugas-tugas Penatua ini berhubungan erat dengan pemberian diri dalam melaksanakan amanat dan pelayanan keimamatan dan kenabian dari Yesus Kristus, untuk melengkapi, mengembalakan dan menilik Jemaat GMIM.
Selain tugas-tugas masing-masing dari Syamas dan Penatua seperti yang tersebut di atas, masih ada 12 (duabelas) tugas bersama Syamas, Penatua, Guru Agama dan Pendeta seperti tercantum dalam Peraturan tentang Pelayan Khusus Bab II Pasal 2 Ayat 1-12.
Dengan Demikian panggilan sebagai Pelayan Khusus menempati posisi yang unik. Ia nampaknya memimpin tapi sebenarnya melayani, ia membutuhkan kekuatan dan hikmat, tapi bukan mengandalkan kekuatan dan hikmatnya sendiri, melainkan hikmat dan kekuatan Kristus. Seorang Pelayan Khusus haruslah yang pertama-tama menghayati arti hidup dalam Kristus dan Kristus dalam hidupnya. Doa, baca Firman dan giat bekerja laksana tiga batu dodika (tungku) dimana kekuatan dan hikmat Allah dimasak dalam hidup seorang Pelayan Khusus. Pada gilirannya pola hidup tiga batu dodika itu akan diteladani oleh seluruh Jemaat sebagai penjabaran trilogy pembangunan jemaat menuju tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.